Saturday, 12 April 2014

Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi

Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi
Ada seorang polisi lalu lintas sedang bertugas di traffic light/lampu merah, tepat di depannya ada pengendara yang menerobos lampu merah, tapi si petugas masa bodoh, pura pura tidak tahu, tanpa himbauan dan tanpa tindakan apapun dari polisi tersebut. Pertanyaannya: 1. Adakah suatu hukum ataupun pelanggaran disiplin yang bisa dikenakan kepada polisi tersebut yang jelas-jelas membiarkan pelanggaran? Mengingat salah satu tugas pokok polisi adalah melindungi masyarakat, dalam hal ini melindungi si pengemudi supaya tidak terjadi kecelakaan. 2. Apa dasar hukumnya?

Pendapat Satrio Adi irwanto fakultas Hukum 


Pada dasarnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam Pasal 4Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU 2/2002”).
Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 ayat [1] UU 2/2002). Sehubungan dengan lalu lintas jalan, dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b UU 2/2002 ditegaskan bahwa Polri bertugas menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.
Mengenai aturan disiplin Polri terdapat dalam peraturan pelaksana UU 2/2002 yaitu Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 2/2003”).
Menurut Pasal 4 huruf f PP 2/2003, anggota Polri wajib menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Yang berarti bahwa Polri dalam menjalankan tugasnya harus menaati peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah UU 2/2002.
Berdasarkan Pasal 7 PP 2/2003, anggota Polri yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.
Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik (Pasal 8 ayat [1] PP 2/2003). Tindakan disiplin tersebut tidak menghapus kewenangan Atasan yang berhak menghukum (Ankum) untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin (Pasal 8 ayat [2] PP 2/2003).
Mengenai hal ini, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mengatur hal serupa sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 huruf b Perkapolri 14/2011. Dikatakan bahwa setiap anggota Polri wajib menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Berdasarkan Pasal 20 Perkapolri 14/2011, jika ada anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 16 Perkapolri 14/2011, maka orang tersebut akan dinyatakan sebagai Terduga Pelanggar. Terduga Pelanggar akan dinyatakan sebagai Pelanggar setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan putusan melalui sidang Komisi Kode Etik Polri.
Terhadap anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar, dapat dikenakan sanksi berupa (lihat Pasal 21 Perkapolri 14/2011):
a.    perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b.    kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;
c.    kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;
d.    dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
e.    dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
f.     dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau
g.    PTDH sebagai anggota Polri.
Lebih jauh, Anda dapat menyimak artikel Prosedur Melaporkan Polisi yang Melakukan Pelanggaran.
Diskresi Polri
Pada sisi lain, perlu diketahui bahwa Polri mempunyai diskresi sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) UU 2/2002:
“Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
Dengan syarat yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) UU 2/2002 yaitu bahwa hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bertindak dengan penilaian sendiri ini disebut sebagai diskresi. Mengenai masalah ini, Anda dapat menyimak artikel Kabareskrim: Diskresi Polisi Harus Dibatasi.
Jadi, ada kemungkinan walaupun lampu lalu lintas menyala merah, polisi dapat tetap memberikan kesempatan kepada mobil-mobil dari arah tersebut untuk tetap jalan. Hal ini dinamakan Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas (“Perkapolri 10/2012”):
“Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu adalah tindakan petugas dalam hal mengatur lalu lintas di jalan dengan menggunakan gerakan tangan, isyarat bunyi, isyarat cahaya dan alat bantu lainnya dalam keadaan tertentu.”
Namun, menurut Pasal 4 ayat (1) huruf g Perkapolri 10/2012,pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan antara lain oleh karena terjadi keadaan darurat seperti:
a.    perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional;
b.    adanya pengguna jalan yang diprioritaskan;
c.    adanya pekerjaan jalan;
d.    adanya kecelakaan lalu lintas;
e.    adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional antara lain peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun suatu kota, dan hari-hari nasional lainnya;
f.     adanya kegiatan olahraga, konferensi berskala nasional maupun internasional;
g.    terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, dan kebakaran; dan
h.    adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas.
Dalam keadaan-keadaan darurat tersebut, akan ada tindakan pengaturan lalu lintas yang meliputi (Pasal 4 ayat [2] Perkapolri 10/2012):
a.    memberhentikan arus lalu lintas dan/atau pengguna jalan;
b.    mengatur pengguna jalan untuk terus jalan;
c.    mempercepat arus lalu lintas;
d.    memperlambat arus lalu lintas;
e.    mengalihkan arus lalu lintas; dan/atau
f.     menutup dan membuka arus lalu lintas.
Jadi, walaupun pada dasarnya Polri tidak boleh membiarkan pengendara menerobos saat lampu lalu lintas menyala merah, tetapi ada beberapa keadaan tertentu yang membuat Polri dapat mengatur pengguna jalan untuk terus jalan walaupun lampu lalu lintas menyala merah. Meski demikian, tindakan tersebut dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk kelancaran lalu lintas yang antara lain disebabkan keadaan-keadaan yang sifatnya darurat.
Sebagai referensi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul:

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
3.    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4.    Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

No comments:

Post a Comment