Perebutan kursi parlemen, baik tingkat pusat, provinsi maupun daerah kian sengit. Tidak sedikit para calon anggota legislatif (caleg) menghalalkan segala cara. Termasuk diantaranya indikasi serangan money politic yang dilakukan terorganisir.
PEMILIHAN umum (pemilu) yang dilaksanakan 9 April tinggal sepakan lagi. Ini membuat para caleg harus memutar otak. Ada yang menggunakan cara elegan untuk meraup suara, ada juga yang menggunakan cara “kotor” melalui money politic yang terorganisir.
Parahnya, survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menyebutkan, sebanyak 71,72 persen masyarakat menyambut baik niat para calon yang menggunakan uang dan bentuk materi lainnya dalam proses kampanyenya.
Kondisi masyarakat yang suka diberi-beri oleh calon ini jika dianalisis memang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kondisi ekonomi masyarakat yang kian terpuruk. Siapa yang tidak mau diberi uang cuma-cuma mulai dari Rp25 ribu hingga Rp 100 ribu. Mereka rela menukar hak pilihnya dengan nominal uang tersebut.
Pengamatan Sumatera Ekspres, caleg yang melakukan cara money politic dengan bergerilya menemui tokoh-tokoh penting di masyarakat sesuai daerah pemilihan (dapil) nya masing-masing. Ada yang menemui ketua RT dan RW setempat dan ketua organisasi kemasyarakatan. Pada umumnya, mereka tidak turun secara langsung, melainkan dilakukan oleh tim sukses (timses) nya.
Mereka berkunjung ke rumah-rumah ketua RT dan RW dengan dalih silaturahmi, tapi ujung-ujungnya meminta izin supaya diizinkan memasang poster dan spanduk di depan lorong-lorong setempat. Tapi, tentunya ada imbalan uang yang harus diberikan. Namun parahnya, bukan hanya satu caleg saja, tetapi juga lebih dari dua caleg yang mengunjungi ketua RT yang sama.
Selain itu, caleg biasanya memiliki timses lebih dari satu orang yang diutus untuk mengamankan suara di beberapa dapilnya. Selain membekali mereka dengan alat peraga dan kartu nama sang caleg, mereka sudah diberikan uang yang khusus untuk diberikan pada warga. Seperti di wilayah Kecamatan Kalidoni, ada salah seorang caleg yang mengutus seorang timsesnya dengan mendatangi rumah warga secara door to door.
Di sini, timses tersebut memberikan tawaran uang Rp50-Rp100 ribu jika sang warga bersedia memilih sang caleg tersebut. Untuk memberikan kepastian warga tersebut memilih, disodorkan semacam kertas formulir berisi nama warga, alamat, dan tanda tangan sebagai bukti kesediaan memilih sang caleg. Timses ini menjaring sebanyak-banyaknya warga yang berada di dapil tersebut. Bahkan, formulir tersebut sudah terisi penuh nama-nama warga yang diberikan uang Rp50 ribu.
Caleg yang mengusung money politic semacam ini menganggap bahwa masyarakat ini masih bodoh. Sehingga untuk membeli suara, cukup dengan memberikan uang atau paket sembako kepada warga. Namun, pada kenyataannya, jusru terlihat bodoh adalah para caleg. Mereka menghambur-hamburkan uang, padahal warga sudah punya pilihannya sendiri.
“Sudah banyak caleg yang memberi warga di sini uang atau kebutuhan pokok. Semuanya kami terima. Tetapi, mengenai siapa yang dipilih, semuanya tergantung kepada hati nurani masing-masing,” kata Andi, salah seorang warga Kecamatan Kalidoni.
Hal serupa juga diutarakan Hasan, warga Kecamatan Ilir Timur I Palembang. “Sudah ada caleg yang memberikan kami uang atau paket lainnya. Semuanya kami terima, ya wong itu rezeki. Tapi, kami tetap akan memilih yang terbaik,” tukas Hasan. (roz/ce4)
No comments:
Post a Comment