Model Perwakilan Politik
Oleh Wahyu Ramdhan Wijanarko
(1006694271)
Perwakilan politik, sebagaimana
kita ketahui, ini merupakan sistem yang menjalan kan fungsi legislatif, biasa
disebut sebagai badan legislatif. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly
yang mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah
publik). Nama lain lagi adalah Parliement, suatu istilah yang
menekankan unsur “bicara” (parler) dan merun- dingkan. Sebutan lain
mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-ang-gotanya dan dinamakan People’s
Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akan tetapi apa pun
perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini merupakan symbol dari
rakyat yang berdaulat.
Dengan berkembangnya gagasan
bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, maka badan legislatif menjadi badan yang
berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum
dan menungkannya dalam undang- undang. Dalam menjalani peran legislatif dalam
hal representasi, biasanya terdapat dua kategori yang dibedakan. Kategori
pertama adalah perwakilan politik (political representation) dan
perwakilan fungsional (functional representation). Kategori kedua
menyangkut peran anggota parlementer sebagai trustee, dan perannya
sebagai pengeman “mandat”. Perwakilan adalah konsep bahwa seorang atau suatu
kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas
nama suatu kelompok yang lebih besar. Biasanya anggota dewan ini umumnya
mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang
bersifat politik (political representation).
Sekalipun asas perwakilan
politik telah menjadi sangat umum, tetapi ada beberapa kalangan yang merasa
bahwa partai politik dan perwakilan meng-abaikan berbagai kepentingan
masyarakat. Beberapa negara telah mencoba untuk mengatasi persoalan ini dengan
mengikutsertakan wakil dari golongan-golongan yang dianggap memerlukan
perlingdungan khusus. Misalnya India mengangkat beberapa wakil dari golongan
Anglo-Indian sebagai anggota majelis rendah. Di parlemen Pakistan dalam masa
Demokrasi Dasar disediakan beberapa kursi untuk golongan perempuan.
Di Republik Prancis pada masa
tahun 1946 didirikan suatu majelis khusus di luar badan legislatif, yaitu
Majelis Ekonomi, yang berhak memperbincangkan masalah ekonomi namun badan ini
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, hanya sebagai penasihat
ekonomi. Anggotanya ditunjuk oleh pemerintah dari berbagai masam golongan
ekonomi, sosial, profesi, budaya dan keahlian lain.
Di Italia asas functional
representation diperkenalkan oleh Mussolini pada tahun 1926. Perwakilan
didasarkan atas golongan ekonomi, dan untuk keperluan itu dibentuk 22 corporation
yang masing-masing mewakili satu industri, misalnya industri tekstil. Setiap Corporations
mencakup baik golongan pekerja maupun golongan management dalam bidang
industri itu.Corporations ini memainkan peranan yang penting. Karena
itu Italia masa itu dinamakan negara Korporatif. Dengan jatunya
Mussolini, eksperiment ini juga terhenti.
Di Indonesia sendiri pada masa
Orde Baru memiliki perwakilan mandat, yang tergabung dalam MPR. Pada masa Orde
Baru, perwakilan yang berasal dari pemilu hanya dibatasi oleh 3 partai, yaitu
Golkar, PPP, dan PDI. Perwakilan yang dimandatkan ialah pasukan ABRI,
sehingga pada masa tersebut, keterkaitannya ABRI dengan pemerintah disebut
sebagai dwifungsi militer. Tak hanya dalam MPR, ABRI pun masuk ke dalam sistem
pemerintahan eksekutif, baik itu sebagai menteri maupun sebagai gubernur.
Selepas kejatuhan Presiden Soeharto, dwifungsi ABRI ini terhenti. Pada masa
reformasi kini, Anggota MPR terdiri dari perwakilan setiap daerah (DPD) dan
perwakilan dari partai politik yang ditunjuk oleh masyarakat dalam pemilihan
umum.
Dari uraian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa dewasa ini perwakilan politik merupakan sistem
perwakilan yang dianggap paling wajar. Di samping itu beberapa negara merasa
bahwa asas functional or occupational representation perlu
diperhatikan dan sedapat mungkin diakui kepentingannya di samping sistem
perwakilan politik, sebagai cara untuk memasukkan professional ke dalam
proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan umum.
(Satrio Adi I)
Sumber :
Budiardjo Miriam. 2008. Dasar
– Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
No comments:
Post a Comment