PEDOMAN
PENULISAN HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
A. KETENTUAN UMUM
1 . Penulisan Hukum
adalah karya tulis ilmiah tugas akhir mahasiswa berdasarkan penelitian dan
kemampuan akademik yang dimilikinya, untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas‑tugas
dalam mencapai gelar dalam bidang Ilmu Hukum dengan titel “Sarjana Hukum”
(SH).
2. Tujuan
penulisan hukum adalah untuk menilai kemampuan seorang mahasiswa calon sarjana
dalam mengemukakan pikirannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.
3. Setiap mahasiswa boleh mengajukan usulan rencana penulisan hukum
apabila telah meyelesaikan atau menempuh sekurang‑kurangnya 130 SKS dengan IPK
≥ 2,00.
4. Untuk Penulisan Hukum diberikan 2 (dua) alternatif pilihan bentuk
karya ilmiah, meliputi:
a. Penulisan
Hukum/Skripsi;
b. Legal
Memorandum.
ad. a. Penulisan
Hukum/Skripsi adalah karya tulis ilmiah dalam bidang ilmu hukum yang disusun
berdasarkan penelitian baik secara yuridis‑normatif, atau yuridis sosiologis
(menurut metodologi penelitian hukum);
ad. b. Legal
Memorandum adalah karya tulis ilmiah dalam bidang hukum yang disusun
berdasarkan ‘analisis kasus aktual’ (baik yang telah ada aturan perundang‑undangannya
maupun yang belum ada); baik yang akan, sedang, maupun yang telah memperoleh
putusan hukum tetap, ataupun merupakan fakta/kejadian yang ada di masyarakat.
B. PROSEDUR
PENGAJUAN USULAN PENULISAN HUKUM
1 . Pengajuan usulan Penulisan
Hukum harus terlebih dahulu di programkan pada KARTU RENCANA STUDI (KRS);
2. Mahasiswa
mengajukan permohonan sekaligus pendaftaran dengan disertai usulan Penulisan Hukum
dan selanjutnya diajukan ke Fakultas;
3. Usulan
Penulisan Hukum adalah merupakan uraian singkat tentang kerangka dasar Penulisan
Hukum, dengan format sebagai berikut:
Lembar Sampul Muka
Lembar Pengesahan
a.
Judul
b.
Latar Belakang/Dasar Pemikiran
c.
Perumusan Masalah
d.
Tujuan dan Kegunaan
e.
Tinjauan Pustaka
f.
Landasan Teori (tentatif)
g.
Hipotesis/Jawaban Singkat (tentatif)
h.
Metode Penelitian/Metode Analisis
i.
Jadwal dan Sistematika Penulisan
Daftar
Pustaka (minimal 10 pustaka)
*) Contoh bentuk
usulan terdapat di Lampiran buku pedoman ini
4. Fakultas
menunjuk dosen pembimbing, dan dosen pembimbing berwenang memperbaiki, mengganti,
menolak usulan atau merekomendasi supaya usulan diseminarkan/direview guna
penyempumaan bahan kajian;
5. Proses Penulisan
Hukum dimulai sejak ditetapkan dosen pembimbing dan selanjutnya proses
penelitian oleh mahasiswa diawasi dosen pembimbing melalui kartu konsultasi
pembimbingan;
6. Penulisan
hukum yang sudah selesai secara keseluruhan ditanda tangani oleh dosen pembimbing
dan dekan;
7. Fakultas mengajukan dosen penguji ujian Penulisan Hukum kepada Rektor;
8. Ujian Penulisan
Hukum pada prinsipnya diadakan setiap bulan pada hari Sabtu di Minggu terakhir,
dalam keadaan tertentu jika peserta ujian kurang dari 5 (lima) mahasiswa akan
tetap diadakan ujian dengan mempertimbangkan kesiapan mahasiswa dan dosen
penguji.
9. Fakultas
mengeluarkan pengumuman pelaksanaan ujian baik mengenai waktu, majelis penguji,
maupun dosen penguji;
10. Fakultas mengumumkan
hasil ujian (yudicium);
11. Mahasiswa yang
dinyatakan lulus menyerahkan hasil Penulisan Hukum setelah direvisi (dalam
bentuk jilidan).
C. PEMBIMBINGAN
PENULISAN HUKUM
1. Pembimbingan Penulisan
Hukum dilakukan oleh 1 (satu) orang dosen pembimbing;
2. Dalam keadaan
tertentu pembimbingan dapat dilakukan oleh seorang dosen pembimbing;
3. Pembimbing bertanggungjawab
terhadap materi/substansi;
4. Pembimbingan
dilaksanakan di fakultas pada hari kerja, penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan
ini hanya dapat dilakukan dengan seizin pimpinan fakultas;
6. Pembimbingan
dilakukan bab demi bab atau bagian demi bagian;
7. Pengawasan
(monitoring) pembimbingan melalui Kartu Konsultasi Pembimbingan, untuk secara
berkala dilaporkan ke fakultas;
8. Naskah Penulisan
Hukum dinyatakan selesai setelah diberi pengesahan atau ditandatangani oleh
para dosen pembimbing.
D. BENTUK DAN
SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
1.
Penulisan Hukum ditulis (diketik/diprint) dengan kertas HVS A4
70 gram;
2.
Jumlah halaman (dari Bab 1 hingga bagian terakhir) sekurang‑kurangnya
20 (dua puluh) halaman;
3.
Penulisan Hukum diketik berspasi 2 (dua) dengan lebar margin
kiri dan atas 4 cm, sedangkan lebar margin kanan dan bawah 3 cm;
4.
Alinea baru dimulai setelah 7 (tujuh) ketukan ketik/digit dari
margin kiri;
5.
Sistematika Penulisan Hukum.
A. Bagian muka/awal (Format Sampul Pengesahan, dan sebagainya)
1 . Sampul luar (cover) kertas buffalo berwarna merah tua;
2. Tulisan pada sampul luar (cover) dan halaman pertama
(sampul dalam) dicetak dengan isi dan susunan sebagai berikut:
‑ Judul;
- Dibuat dalam bentuk full‑block
dengan huruf kapital;
-
Di bawah judul ditulis “PENULISAN HUKUM” dan di bawahnya
adalah lambang Universitas Widyagama Malang;
-
Untuk sampul dalam, di bawah lambang ditulis kalimat: “Untuk
memenuhi sebagian syarat‑syarat dan tugas dalam mencapai gelar kesarjanaan
dalam bidang Ilmu Hukum;
-
Untuk sampul luar (cover) setelah “PENULISAN HUKUM” langsung
ditulis:
Oleh :
Nama :
Nomor
Induk Mahasiswa :
‑ Kemudian dilanjutkan
dengan :
Nama
Universitas :
Nama
Fakultas :
Tahun
dibuat/tahun kelulusan :
‑ Pada sisi (samping)
sampul luar ditulis dari kiri ke kanan nama, program studi, tahun dibuat /
tahun kelulusan;
*) Contoh bentuk sampul luar dan sampul dalam terdapat pada
Lampiran buku pedoman ini
3. Setelah sampul dalam
adalah lembar pengesahan yang berisi persetujuan dosen pembimbing dan
mengetahui dekan;
4. Halaman ungkapan
pribadi/motto dan halaman persembahan;
5. Halaman Pengujian
dan dosen penguji yang berisi hari dan tanggal pelaksanaan ujian, nama dosen
penguji.
6. Kata Pengantar;
7. Abstrak (isi
ringkas) Penulisan Hukum (1‑3 halaman ± 2500 kata);
8. Daftar isi;
9. Kalau ada
dilanjutkan dengan Daftar Tabel, Daftar Grafik, Daftar Gambar dan Daftar
Lampiran;
B. Bagian isi (teks):
1.
Pendahuluan, berisi: (sama dengan usulan);
2. Bab‑bab,
uraian/pembahasan;
3. Bab,
Penutup berisi kesimpulan dan saran/rekomendasi.
C. Bagian akhir, berisi:
1.
Daftar Pustaka;
2.
Lampiran‑lampiran (kalau ada);
3.
Daftar Riwayat Hidup (Curriculum Vitae);
4. Penulisan Hukum
dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan pembagian: 1 (satu) exemplar untuk fakultas,
1 (satu) exemplar untuk perpustakaan, dan 1 (satu) exemplar untuk mahasiswa
yang bersangkutan, dan 1 (satu) lagi apabila instansi atau perusahaan di mana
penelitian dilaksanakan meminta.
E. ORGANISASI
PENULISAN
Organisasi
penulisan yang digunakan dalam Penulisan Hukum ini dengan menggunakan tipografi
angka-huruf dengan cara penulisan sebagai berikut:
1.
Tiap Judul Bab diberi nomor halaman di tulis di bagian
bawah di tengah‑tengah halaman 2 (dua) spasi di bawah teks;
2.
Judul‑judul Bab ditulis di tengah‑tengah dengan huruf kapital
tanpa garis bawah dan tanpa diakhiri dengan titik.
3.
Bagian‑bagian pokok bab (sub bab) berhuruf kapital, judul‑judul
sub bab ditulis dengan huruf kecil (kecuali huruf pertama sub bab), dengan
garis bawah (bagi mesin ketik manual) atau cetak tebal bagi komputer, tanpa
diakhiri titik.
4.
Kalau sub bab dibagi lagi dalam sub‑sub bab, bagian‑bagian
pokoknya berangka arab.
5.
Perincian yang lebih kecil lagi diberi tanda huruf kecil, jika
bagian itu masih memiliki bagian yang lebih penting lagi maka digunakan angka
arab, berkurung tutup, dan selanjutya huruf kecil berkurung tutup, demikian
seterusnya.
Untuk lebih jelasnya
dalam memahami paparan tipografi angka‑huruf di atas, perhatikan bagan berikut
ini:
BAB I
JUDUL ...........
A .
...................
1 .
...................
2 .
...................
a . ...................
b . ...................
1) ...................
2) ...................
a)
...................
b)
...................
(1)
...................
(2)
...................
(a)
...................
(b)
...................
B .
...................
1 .
...................
2 .
...................
a . ...................
b . ...................
3 .
...................
dan seterusnya ........................
6.
Penomoran halaman, sebagai berikut :
a.
Halaman‑halaman bagian awal (sampai dengan daftar isi) diberi
nomor urut angka romawi kecil (i, ii, iii, iv, v, dst) ditulis di bagian
bawah di tengah‑tengah halaman 2 (dua) spasi di bawah teks.
b.
Halaman‑halaman berikutnya bagian isi (teks) diberi nomor
angka arab (1, 2, 3, 4 dst) dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Untuk halaman bab dituliskan di tengah‑tengah halaman bagian
bawah 2 (dua) spasi di bawah teks.
-
Halaman selanjutnya dinomori bagian sudut kanan atas 2 (dua)
spasi di atas teks.
F. KUTIPAN
Dalam
penulisan suatu karya ilmiah ada 2 (dua) macam kutipan, yaitu: kutipan
langsung dan kutipan tidak langsung (parafrase).
1.
Kutipan Langsung:
a.
Kutipan langsung adalah kutipan yang sama dengan aslinya, baik
mengenai susunan katanya, ejaan maupun tanda‑tanda bacaannya. Jadi, kutipan
langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi
kata, kalimat demi kalimat;
b.
Kutipan yang panjangnya kurang dari 5 (lima) baris dimasukkan
ke dalam teks dengan ketikan 2 (dua) spasi di antara tanda petik (“);
c.
Kutipan yang panjangnya 5 (lima) baris atau lebih diketik
berspasi 1 (satu), di sini kutipan bisa diberi tanda petik (“) atau tanpa tanda
petik. Kutipan dimulai setelah 3 (tiga) ketukan dari batas margin kiri, dengan
jarak 2 (dua) spasi dari teks di atasnya;
d.
Tiap‑tiap kutipan diberi nomor kutipan yang di taruh setengah
spasi di atas garis ... (tiga titik/triples dot) pada akhir
kutipan, tanda kurung atau titik;
e.
Penghilangan 1 (satu) kata atau lebih dari kutipan dapat diganti
dengan 3 (tiga) buah titik yang diketik jarang;
f.
Jika penulis menambahkan garis bawah (atau cetak tebal ‑ bila
dengan komputer) pada kutipan yang dianggap penting, harus diberi catatan
langsung dalam kurung di belakang kutipan yang diberi garis bawah, sebagai
berikut: (“garis bawah/cetak tebal dari penulis”);
g.
Jika pada kutipan terdapat tanda petik dengan 2 (dua) koma (“),
maka kutipan yang kurang dari 5 (lima) baris dirubah menjadi tanda petik dengan
1 (satu) koma.
2.
Kutipan tidak langsung (parafrase).
a.
Kutipan tidak langsung pada hakekatnya adalah pengutipan yang
menitikberatkan pada isi, maksud, dan jiwa kutipan, bukan cara dan bentuk
kutipan. Jadi, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat seorang pengarang
atau tokoh terkenal berupa intisari atau ikhtisar dari pendapat tersebut;
b.
Pada kutipan tidak langsung tidak digunakan tanda petik,
tetapi tetap harus diberi nomor kutipan dan sumber kutipannya.
3.
Dalam penulisan suatu karya ilmiah, model kutipan baik yang
langsung maupun tidak langsung penyebutan sumbemya dapat dilakukan dengan 2 (dua)
cara, yaitu dengan Catatan Kaki (foot note) atau dengan Catatan
Tengah (running note).
4.
Penggunaannya dalam Penulisan Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Widyagama Malang, Penulis “hanya” dapat memilih salah satu model
(Catatan Kaki/foot note atau Catatan Tengah/running note)
saja.
G. CATATAN KAKI (FOOTNOTE)
1.
Umum
a.
Catatan kaki adalah catatan pada kaki
halaman untuk menyatakan sumber pendapat, fakta atas suatu kutipan dan dapat
juga berisi komentar mengenai suatu hal yang dikemukakan dalam teks.
b.
Tujuan pembuatan catatan kaki adalah:
1)
Untuk menyatakan hutang budi/tanggung jawab moral/hak cipta.
Memungut
pendapat/pernyataan penting/kesimpulan dari penulis lain, baik berupa kutipan
langsung maupun tak langsung, sebenarnya penulis itu telah berbuat baik kepada
kita. Oleh karena itu, kita sebagai penulis yang telah mengutip pendapat
tersebut sudah sepantasnya apabila secara moral membalas budi mereka dengan mencantumkan
namanya. Di samping itu apabila hal ini tidak dilakukan dapat merupakan
pelanggaran terhadap hak cipta;
2)
Untuk menyusun pembuktian suatu kebenaran/dalil.
Pencantuman
sumber dalam catatan kaki dimaksudkan untuk menunjukkan tempat atau sumber di
mana suatu kebenaran/dalil itu telah dibuktikan oleh orang (ahli) lain;
3)
Untuk menyampaikan keterangan tambahan/komentar.
Dengan
catatan kaki ini penulis dapat menyatakan keterangan tambahan untuk memperkuat
uraian penulis sendiri. Keterangan itu dapat berupa: fragmen yang dipinjam,
informasi tambahan dengan topik yang disebut dalam teks, pandangan‑pandangan
lain yang tak bertentangan;
4)
Untuk menujuk bagian lain dari teks
Penulis
dapat memberi catatan untuk memeriksa pada halaman atau bab sebelumnya atau bab
lain yang berkaitan dengan hal/masalah yang akan diuraikannya.
c.
Peletakan
Catatan kaki diletakkan pada kaki halaman dengan ketentuan
sebagai berikut:
1)
Di tempatkan pada halaman yang sama dengan bagian yang dikutip
atau diberi komentar;
2)
Pada jarak 2 (dua) spasi di bawah kalimat terakhir dari teks,
ditarik garis pemisah sepanjang kira‑kira 5 (lima) cm mulai dari batas margin
kiri;
3)
Catatan kaki pertama di halaman yang bersangkutan di tempatkan
pada jarak 2 (dua) spasi di bawah garis pemisah;
4)
Nomor catatan kaki disusun berurutan mulai bab I sampai dengan
bab terakhir, menggunakan angka arab, di tempatkan setengah spasi sebelum huruf
pertama catatan kaki, tanpa titik, tanda kurung, dan sebagainya;
5)
Tiap‑tiap catatan kaki diketik berspasi 1 (satu) dan dimulai
sesudah 5 (lima) ketukan ketik dari batas margin kiri. Baris selanjutnya dari
catatan kaki dimulai dari batas margin kiri;
6)
Jarak tiap‑tiap catatan kaki adalah 2 (dua) spasi.
2. Bentuk Catatan Kaki
Berikut
ini adalah beberapa contoh bentuk catatan kaki untuk berbagai macam sumber
kutipan, seperti buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.
a.
Buku
Ditulis
berturut‑turut adalah nomor catatan kaki, nama pengarang (gelar/titel tidak
perlu ditulis), kemudian koma, dan dilanjutkan dengan judul buku (diberi garis
bawah untuk mesin ketik manual, cetak miring dan tebal untuk komputer) kemudian
kurung buka di mana di dalamnya berisi kota tempat diterbitkan, kemudian koma,
tahun penerbitan, dan kurung tutup), selanjutnya setelah itu nomor halaman yang
dikutip.
Contoh penulisannya sebagai berikut
--------------
1) Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung,
1991), hlm. 50
2) Bambang Pamulardi, Hukum
Kehutanan dan Pembangunan di Bidang Kehutanan (Jakarta,
1995), hlm. 27
3) Roberto Mangabeira
Unger, Law in Modern Society: Toward a criticism of Social Theory
(New York, 1978), hlm.45
Bila
pengarang/penulisnya lebih dari 1 (satu), di belakang nama pengarang pertama
cukup diberikan kata‑kata et. al (et. al = dengan kawan‑kawan).
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑---
10) Philipus M. Hadjon, et. al., Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia (Yogyakarta, 1994), hlm. 23
Bila
penulisnya adalah seorang editor,
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
……………..
11) Artidjo Alkostar, ed, Identilas Hakum Nasional
(Yogyakarta, 1997), hlm. 40‑49
(atau)
11) Baharuddin Lopa, ”Prinsip‑prinsip Etis dalam
Pembangunan Hukum Nasional”, Identitas Hukum Nasional, ed, Artidjo
Alkostar (Yogyakarta, 1997), hlm. 40‑49
Bila
buku yang dikutip itu merupakan terjemahan seseorang;
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑----
12) Peter L Berger & Thomas Luckmann, Tafsir Sosial
atas Kenyataaan, terj. Hasan Basri (Jakarta, 1990), hlm. 36
Bila
buku yang dikutip itu tidak diketahui nama pengarangnya, maka cukup ditulis
nama sumbernya saja, kemudian diikuti data yang lain.
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
13) Departemen Penerangan RI, Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi Rio De Janeiro, 3 ‑ 14 Juni 1992 (Jakarta, 1992), hlm. 35
b. Majalah
Kalau
ada nama pengarangnya, judul tulisan (diberi tanda petik dan cetak tebal kalau
diketik dengan komputer, nama majalah (kalau diketik dengan mesin tik manual
diberi garis bawah), nomor edisi, bulan‑tahun, dan nomor halaman yang dikutip.
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
15) A. Mukthie Fadjar, ”Sistem Hukum: Upaya Melindungi Kepentingan
Nasional dan Jaminan Keadilan Sosial Menghadapi Politik Ekonomi Internasional”,
Jurnal Ilmiah Widyagama, No. I/Edisi Kelima, April 1997, hlm. 55‑59
c. Surat Kabar.
Sama dengan majalah;
Contoh penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
25) Purnawan D. Negara, ”Perusahaan
yang Abaikan Lingkungan Lakukan Kejahatan Korporasi”, Bisnis Indonesia,
4 Maret 1996, hlm. 6
26) Kompas, Tajuk Rencana, 29 Desember, 1997, hlm. 7
d. Makalah
Penulisannya
juga hampir sama dengan majalah;
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
25) Lukman Hakim, ”Era TRIPs dan Kebijakan HAKI Nasional Indonesia
Menjelang Era Perdagangan Bebas” (Makalah pada diskusi rutin Fakultas Hukum
Univ. Widyagama, Malang, 3 Januari 1998), hlm. 5‑6
e. Wawancara.
Contoh, penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
34) Kol. Purn. Paiman, Wawancara, Gedung DPD Golkar, Malang,
22 Pebruari 1998
f. Kutipan dari kutipan.
Mengutip
dari kutipan, pengarang yang mengutip disebutkan terlebih dahulu baru kemudian
darimana dia mengutip.
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
40) Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat
(Bandung, 1986) hlm. 26, mengutip Robert B. Seidman, ”Law and
Development: A General Model”, Law
and Society review, No. 2, February 1972, hlm. 55‑59
g. Disertasi/Tesis/Skripsi (yang belum
diterbitkan)
Contoh penulisannya sebagi berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
47) Marzuki, ”Aspek Hukum Alih Teknologi dalam Kontrak Production
Sharing di bidang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi: Suatu Tinjauan Yuridis
di Vicco Pertamina” (Skripsi Sarjana, Fak. Hukum Univ. Widyagama,
Malang, 1998), hlm. 40
h. Laporan
Penelitian
Contoh
penulisannya sebagai berikut:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
50) M. Yahya Harahap, ”Penyelesaian Sengketa di Luar
Peradilan: Alternative Dispute Resolution” (Laporan Akhir Penelitian
Hukum, BPHN‑Dep. Keh. RI, Jakarta, 1995/1996), hlm. 17
51) Fatkhurohman & Miftachus Sjuhad, ”Izin Usaha
Industri yang Berwawasan Lingkungan sebagai Penunjang Pembangunan yang
Berkesinambungan” (Laporan Penelitian Hukum, LP2M Univ. Widyagama, Malang,
1995), hlm. 20
i. Catatan kaki yang
bersifat memberikan/menyampaikan keterangan tambahan
Contoh penulisannya sebagai berikut:
...
dalam tahun 1843 Menteri J.C. Band memerintahkan untuk mengadakan penelitian
atas hak‑hak kedaulatan52) dengan mempergunakan sebagai titik tolak buku‑buku
kontrak dari VOC yang pernah dikatakan gila kontrak. Tugas itu ...
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
52) Dalam surat menyurat resmi kira‑kira pada pertengahan abad
yang lalu istilah kedaulatan (souvereiniteit) dan kekuasaan tertinggi (opperheerschappy)
sering dicampuradukkan dan dipergunakan terhadap semua kerajaan swapraja
kecil yang berdiri yang ‑ misalnya di Sulawesi ‑ sebagian bersifat kesetiaan
kepada raja, sebagian lagi bersifat persekutuan. Tentang istilah ”souvereiniteit”
dan ”zereniteit” bacalah karangan “G.J. Resink, Onafhankelyke
vorsten, ryken en landen in Indonesie tussen 1850 en 1910 (Raja‑raja,
Negara‑negara dan Negeri‑negeri yang merdeka di Indonesia antara tahun 1850 dan
1910); Indonesie 9, halaman 228 dan sebagai bandingan juga staatsrecht
verzee (Hukum Tata Negara Seberang Lautan) halaman. 346‑347
j. Catatan kaki
yang merujuk bagian lain dari teks
Contoh
penulisannya sebagai berikut :
... untuk semakin menguatkan fenomena di atas beberapa analisis
pakar ilmu sosial jelas‑jelas telah mengungkapkan bahwa penampakan
terkonsentrasinya kekuatan ekonomi Indonesia pada kelompok tertentu memang
dapat dilihat dari cara lahirnya konglomerat di Indonesia53….
-------------
53) Lihat kembali
pada Bab II, hIm. 37
3. Mempersingkat
catatan kaki.
Kalau
suatu sumber sudah pernah dicantumkan lengkap dalam catatan kaki, maka catatan
kaki selanjutnya dapat dipersingkat dengan menggunakan singkatan Ibid,
Op. Cit., dan Loc. Cit.
a. Pemakaian Ibid :
Ibid.
kependekan
dari ibidem, artinya "pada tempat yang sama" dipakai apabila
kutipan diambil dari sumber yang sama dengan yang langsung mendahului (tidak
disela oleh sumber lain), meskipun antara kedua kutipan itu terdapat sela
beberapa halaman.
Jika
kutipan diambil dari nomor yang sama, maka penggunaan Ibid. tanpa nomor
halaman. Jika bahan yang dikutip diambil dari nomor halaman yang berbeda, maka
penggunaan Ibid. memakai nomor halaman.
b. Pemakaian Op. Cit. :
Op.
Cit. kependekan dari Opera Citato, artinya “dalam karya yang telah
disebutkan sebelumnya dengan lengkap tetapi berbeda halamannya dan telah
diselingi oleh sumber lain”. Kalau dari seorang penulis telah disebut dua macam
buku atau lebih maka untuk menghindarkan kekeliruan harus dijelaskan buku mana
yang dimaksud dengan mencantumkan nama penulis diikuti angka romawi besar
(I,II,III, dstnya) pada catatan kaki diantara 2 (dua) tanda kurung.
c. Pemakaian Loc. Cit.:
Loc.
Cit. kependekan dari Loco Citato, artinya “pada tempat yang telah
disebutkan” digunakan kalau menunjuk pada halaman yang sama dari suatu sumber
yang telah disebutkan sebelumnya dengan lengkap, tetapi telah diselingi oleh
sumber lain.
H. CATATAN TENGAH (RUNNING
NOTE)
1. Pengertian
Di samping catatan kaki (foot note) dimungkinkan
memakai “catatan tengah” (running note). Running Note adalah catatan di
dalam tulisan yang merupakan penjelasan tentang sumber teks yang termuat dalam
halaman yang diperlukan/bersangkutan.
2. Peletakan
Running
Note penulisannya diletakkan setelah kalimat yang dikutip.
3. Bentuk
Penulisan
Adapun
cara mengutip dengan running note pada prinsipnya untuk semua sumber
pustaka (buku, majalah, koran, makalah, dsb) bentuknya dengan mencantumkan nama
pengarang, tahun dan halaman dari sumber yang dikutip.
a. Jika nama pengarang dituliskan sebelum bunyi kutipan
Dalam hal ini harus ada terlebih dahulu pengantar kalimat yang
sesuai dengan keperluan, kemudian ditulis nama akhir pengarang, selanjutnya
kurung buka dan di dalamnya dicantumkan tahun terbit, titik dua, dan nomor
halaman, kemudian kurung tutup. Baru setelah itu kutipan ditampilkan baik
dengan kalimat langsung atau pun tidak langsung.
Contoh :
... dalam kaitan dengan kredit bank berwawasan lingkungan ini,
Hardjasoemantri (1994: 199) mengatakan babwa pemberian bantuan keuangan kepada
pengusaha dapat dijadikan sebagai alat pengendalian pencemaran lingkungan.
Kalau dicermati...
Contoh lain:
...
dalam asuransi takaful syarat‑syarat itu diantaranya harus mengandung unsur
tolong‑menolong (ta’awun), tidak melimpahkan tanggung jawab dan tidak mengandung
riba, serta menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling
menanggung satu sama lain. Hal tersebut selaras pula dengan pernyataan Siddiqi
(1987: 2) yang menyatakan:
“Asuransi
sedikit pun tidak ada kaitannya dengan perjudian yang dilarang Allah, adalah
mungkin menjalankan asuransi dalam sistem yang Islami. Bunga memang telah
merembes dalam pelaksanaan asuransi modern, tetapi tidaklah perlu
menjadi bagian dari padanya adalah mungkin menjalankan asuransi tanpa bunga”.
b. Jika nama pengarang
ditulis setelah bunyi kutipan
Dalam
hal ini harus ada terlebih dahulu pengantar kalimat yang sesuai dengan keperluan,
kemudian ditampilkan kutipan. Pada akhir kalimat yang dikutip diberi kurung
buka di mana di dalamnya berisi nama akhir pengarang, selanjutnya koma,
kemudian dicantumkan tahun terbit, titik dua, dan nomor halaman, kemudian
kurung tutup, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
... dari
sini sebenarnya dasar hukum humaniter sudah ada, di mana hukum humaniter
diartikan keseluruhan asas, kaedah dan ketentuan internasional baik tertulis
maupun tidak tertulis mencakup hukum perang dan hak asasi manusia (Masyhur
Effendi, 1994: 24‑25).
c. Ketentuan a) dan b) berlaku juga bagi kutipan yang berasal
dari suatu sumber yang pengarangnya dua orang
Contoh :
...
selanjutnya Rasjidi dan Wyasa Putra (1993: 65) dalam kaitan ini mengemukakan
bahwa pada abad ke 17 pemikiran hukum mendapat penguatan-penguatan rasio
secara lebih tegas. Hal ini terlihat pada tajamnya perbedaan pemikiran...
Contoh
lain:
……
sementara itu, pada bagian lain mereka juga mengemukakan bahwa bentuk birokrasi
yang dibahas oleh Weber digolongkan sebagai tipe ideal (Blau dan Meyer, 1987:
35).
d.
Kutipan dengan lebih dari satu sumber
Jika
diperlukan lebih dari satu sumber rujukan untuk kepentingan pendapat-pendapat
tersebut dan sumber‑sumber tersebut membicarakan hal yang sama.
Contoh:
... struktur sosial masyarakat Indonesia pada dasarnya
memiliki nilai kekeluargaan yang kental, sehingga dalam budaya hukumnya pun
lebih mengutamakan pada asas kekeluargaan di mana dalam asas kekeluargaan itu
terkandung nilai‑nilai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam hukum
(Rahardjo, 1993: 5; Hadikusuma, 1986: 70‑71; Syamsudin, 1977: 80).
e. Kutipan dengan pengarang lebih dari dua orang
Jika
terdapat pengarang lebih dari dua orang yang disebutkan hanya pengarang pertama
dengan memberikan et al. (et alii = dengan kawan‑kawan)
dibelakang nama tersebut.
Contoh:
...
dalam kenyataannya hukum itu dapat pula merupakan alat bagi kelas yang berkuasa
untuk melestarikan kekuasaannya, tanpa memperhatikan kepentingan rakyat banyak
(Sasono, et al., 1995: 30).
f. Seorang pengarang dengan
lebih dari satu karangan dalam tahun yang sama. Jika terdapat seorang pengarang
dengan lebih dari satu karya tulis dalam tahun yang sama, maka dalam running
note cara penulisannya adalah setelah tahun kutipan diberi huruf “a”, “b”.
“c”, dan seterusnya
Contoh :
(Sudaryanto, 1997a: 18), kemudian ada lagi karya tulis yang
lain maka (Sudaryanto, 1997b: 5)
I.
TATA BAHASA
1.
Pemenggalan Kata
Pemenggalan
kata harus disesuaikan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Apabila
memenggal atau penyukuan sebuah kata dalam pergantian baris, kita harus
membubuhkan tanda hubung (‑) di pinggir ujung baris, dengan tidak didahului
spasi dan tidak dibubuhkan di bawah ujung baris.
Berikut
dicantumkan kaidah penyukuan sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan.
a. Kalau di tengah
kata ada dua vokal yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua
vokal; Contoh : bi‑arkan, mema‑lukan, pu-ing
b. Kalau di tengah
kata ada dua vokal yang mengapit sebuah konsonan (termasuk ng, ny, sy, dan
kh), pemisahan tersebut dilakukan sebelum konsonan itu; Contoh : pu‑jangga,
terke‑nal, meta‑nol, muta‑khir.
c. Kalau di tengah
kata ada dua konsonan atau lebih, pemisahan tersebut dilakukan di antara
konsonan itu; Contoh : resep‑sionis, lang‑sung.
d. Kalau di tengah
kata ada tiga konsonan atau lebih, pemisahan tersebut dilakukan di antara
konsonan yang pertama dan kedua; Contoh : indus‑trial, kon‑struksi, in‑stansi,
ben‑trok.
e. Jika kata
berimbuhan atau berpartikel dipenggal, kita harus memisahkan imbuhan atau
partikel itu dari kata dasarnya (termasuk imbuhan yang mengalami perubahan
bentuk); Contoh : pelapuk‑an, me‑ngisahkan, bel‑ajar, peng‑awetan.
f. Di samping itu,
jangan sampai terjadi pada ujung baris atau pangkal baris terdapat hanya satu
huruf walaupun huruf itu, merupakan satu suku kata.
Demikian
juga, harus diusahakan agar nama orang tidak dipenggal atas suku-suku katanya.
2.
Penggunaan Bahasa
Bahasa
yang digunakan adalah Bahasa Indonesia Hukum yang mengacu sebagaimana
kaidah‑kaidah yang berlaku dalam Tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar
berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta mengacu pada kaidah‑kaidah
ketentuan ini meliputi :
a.
Setiap kalimat yang digunakan dalam penulisan hukum adalah
kalimat pasif.
b.
Penggunaan kata ganti orang (saya, aku, mereka, kami, kita,
dia, ia) tidak diperbolehkan. Saya, aku diganti dengan penulis, sedangkan
mereka, dia, ia diganti dengan responden atau narasumber, dan
sebagainya.
c.
Kata sambung tidak boleh digunakan pada awal kalimat, seperti
kata dan, walaupun, karena, meskipun, atau, sebab dan sebagainya.
d.
Setiap sub bab terdiri dari beberapa paragraf dan setiap
paragraf terdiri dari satu pokok pikiran dan beberapa kalimat penjelas.
e.
Penulisan unsur serapan (bahasa asing yang telah diserap
menjadi bahasa Indonesia) harus disesuaikan dengan kaidah EYD.
Contoh
unsur serapan yang baik dan benar, sebagai berikut:
klasifikasi
bukan classivikasi
deskripsi bukan diskripsi
konstruksi bukan kontruksi
analisis bukan analisa
teknik bukan tehnik
hipotesis bukan hipotesa
metode bukan metoda
sintesis bukan sintesa
sistem bukan sistim
dan
sebagainya.
f. Penggunaan
awalan dan kata depan harus dibedakan. Contohnya kata di, jika sebagai
kata depan (menunjukkan tempat) maka harus dipisah : di atas, di bawah, di
Malang, di Masjid, di Kampus, di Bumi, di angkasa, di depan, sedangkan jika di
sebagai awalan (melakukan pekerjaan) harus digabung dengan kata yang
mengikutinya: diambil, dibuang, dipidana, dibunuh, dianalisis, diteliti, ditulis, dan sebagainya.
g.
Penulisan ke sebagai Kata Depan dan ke sebagai Awalan
Ke yang berfungsi sebagai kata depan harus dituliskan terpisah
dari kata yang mengiringinya. Biasanya ke sebagai kata depan ini
berfungsi menyatakan arah atau tempat dan merupakan jawaban atas pertanyaan ke
mana.
Contoh : ke belakang, ke muka, ke atas, ke bawah, ke kantor
Sedang ke yang tidak menunjukkan arah atau tujuan
(sebagai awalan) harus dituliskan serangkai dengan kata yang mengiringinya
karena ke seperti itu tergolong imbuhan.
h.
Penulisan Partikel Pun
Pada
dasarnya, partikel pun yang mengikuti kata benda, kata kerja, kata
sifat, kata bilangan harus dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya
karena pun di sana merupakan kata yang lepas.
Contoh: menangis
pun, seratus pun, satu kali pun, tingginya pun, negara pun, sesuatupun.
Kecuali
kata berikut ini, partikel pun harus dituliskan serangkai: adapun,
kalaupun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, ataupun, kendatipun, maupun,
meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun.
i.
Penulisan Partikel Per
Partikel
Per yang berarti 'mulai’, 'demi' atau 'tiap' dituliskan terpisah dari
kata yang mengikutinya.
Contoh :
per meter, per orang, per kapita, satu per satu,
Akan
tetapi, per yang menunjukkan pecahan atau imbuhan harus dituliskan
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh: perempat
final, dua pertiga
j.
Apabila awalan paragraf terletak pada akhir suatu halaman,
kurang dari tiga baris, maka awalan paragraf ini dimasukkan pada halaman
berikutnya.
3.
Pembentukan Kata
a. Peluluhan Bunyi
Jika kata
dasar berbunyi awal /k/,/p/,/t/,1s/, ditambah imbuhan meng‑, meng‑...kan, atau
meng‑...‑i, bunyi awal itu harus luluh menjadi (ng), /m/,/n/,dan/ny/.
Kaidah itu berlaku juga bagi kata‑kata yang berasal dari bahasa asing yang
sekarang menjadi warga kosa kata bahasa Indonesia.
Contoh:
mengikis bukan mengkikis, memesona bukan mempesona, penyuplai bukan pensuplai,
dan sebagainya.
b. Penulisan Gabungan Kata
Gabungan
kata, termasuk yang lazim disebut kata majemuk, unsur‑unsurnya dituliskan
terpisah. Gabungan kata yang harus dituliskan terpisah, antara lain, sebagai
berikut: duta besar, tata bahasa, sebar luas, tanda tangan, ibu kota, kerja
sama, lipat ganda, tanggung jawab, dan sebagainya.
Gabungan kata di atas yang harus dituliskan terpisah terdapat
juga gabungan kata yang harus dituliskan serangkai, yaitu gabungan kata yang
sudah dianggap sebagai kata yang padu, sebagai berikut: barangkali, apabila,
matahari, bumiputra, bagaimana, padahal, manakala, halalbihalal, saputangan,
segitiga, bilamana, sekaligus.
Gabungan
kata yang salah satu unsurnya merupakan bentuk yang tidak berdiri sendiri
sebagai suatu kata yang mengandung arti penuh, tetapi bentuk ini merupakan
unsur terikat yang selalu muncul dalam kombinasi. Gabungan kata seperti itu
harus dituliskan serangkai, sebagai berikut: antarkota, amoral, dwiwarna,
Pancasila, mahakuasa, subseksi, tunarungu, perilaku dan sebagainya.
c. Penulisan Gabungan Kata Berimbuhan
Apabila gabungan kata itu hanya mendapat awalan, awalannya itu
harus dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya, tetapi kata
yang pertama dengan kata yang kedua tetap dituliskan terpisah.
Contoh:
meng + beri tahu menjadi memberi tahu
ber + kerja sama menjadi bekerja sama, dan sebagainya.
Jika
gabungan kata itu memperoleh akhiran, yang dituliskan serangkai itu hanya akhiran
dengan kata kedua, sedangkan kata yang pertama tetap dituliskan terpisah.
Contoh:
tanda tangan + i menjadi tanda tangani
sebar luas + kan menjadi sebar luaskan
Akan
tetapi, gabungan kata yang diberi awalan dan akhiran sekaligus, penulisannya
harus diserangkaikan seluruhnya.
Contoh:
di + tanda tangan + i menjadi ditandatangani
ke + tidak adil + an menjadi ketidakadilan
d. Penulisan Kata
Penghubung Intrakalimat
Kata
penghubung intrakalimat adalah kata penghubung yang terletak di dalam kalimat,
baik dalam kalimat tunggal maupun dalam kalimat majemuk. Penulisan kata
penghubung intrakalimat ini dikaitkan dengan penggunaan tanda koma. Ada kata
penghubung intrakalimat yang harus didahului tanda koma dan ada pula kata
penghubung intrakalimat yang tidak boleh didahului tanda koma. Di samping itu,
ada kata penghubung intrakalimat yang pada tempat lain didahului tanda koma.
Kata
Penghubung yang harus didahului tanda koma, yaitu:
...,
tetapi ..., kecuali ..., sedangkan .... misalnya
…,melainkan
..., antara lain ..., seperti
Kata
Penghubung yang tidak boleh didahului tanda koma, yaitu: jika, ketika, agar,
sungguhpun, walaupun, sehingga, meskipun, apabila, supaya, sebelum, sebab,
sesudah, karena.
Kata Penghubung berikut
tidak didahului tanda koma jika rincian dalam kalimat hanya dua unsur, tetapi
jika rincian dalam kalimat lebih dari 2 (dua) unsur, kata‑kata ini harus
didahului tanda koma, yaitu: dan, serta, atau.
e. Penulisan
Ungkapan Penghubung Antarkalimat
Ungkapan
penghubung antarkalimat adalah kata penghubung yang terletak pada awal kalimat.
Jadi, letak ungkapan penghubung ini setelah tanda baca akhir kan dimulai dengan
huruf kapital. Ungkapan penghubung antarkalimat harus selalu diikuti tanda koma.
MisaInya: Namun, Oleh karena itu, Sehubungan dengan itu, Jadi,
Pertama, Lagi pula, Meskipun begitu, Selanjutnya, Kemudian, Selain itu,
Sebaliknya, Akan tetapi, MisaInya, Walaupun demikian, Dalam pada itu, Sebenarnya,
Meskipun demikian, Sebagai simpulan.
4.
Penyusunan Kalimat Efektif
Kalimat yang digunakan harus berupa kalimat ragam tulis baku.
Kalimat ragam tulis baku hendaknya berupa kalimat efektif, yaitu kalimat yang
memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas, dan enak dibaca. Ketentuannya,
yaitu:
a. Subjek tidak didahului kata depan
Kata
depan yang terletak sebelum subjek akan menghilangkan kejelasan gagasan
kalimat. Dengan menempatkan kata depan seperti itu subjek kalimat menjadi
kabur.
Kata depan boleh mengawali kalimat asalkan berfungsi
sebagai keterangan.
b. Tidak terdapat subjek ganda
Subjek
yang ganda dalam sebuah kalimat akan mengaburkan informasi yang ingin
disampaikan. Gagasan yang ada dalam pikiran penulis tidak sejalan dengan
kalimat yang dituliskannya.
c. Kata Sedangkan dan Sehingga tidak digunakan dalam
kalimat tunggal
Kata Sedangkan
dan Sehingga adalah kata yang selalu dipakai dalam kalimat majemuk.
Oleh karena itu, kata Sedangkan dan Sehingga tidak dibenarkan
mengawali kalimat tunggal.
Kata
lain yang tidak boleh mengawali kalimat tunggal adalah agar, ketika, karena,
sebelum, sesudah, walaupun dan meskipun. Kata‑kata seperti itu hanya dapat
mengawali anak kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.
d. Predikat kalimat tidak didahului kata yang
Kata yang
memang dapat dipakai dalam kalimat, tetapi bukan di depan predikat kalimat.
Jika kata yang diletakkan di depan predikat, kalimat tersebut akhirnya
tidak mempunyai predikat karena kata yang berfungsi untuk menerangkan
suatu benda baik subjek maupun objek.
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Pada bagian akhir Penulisan
Hukum dicantumkan Daftar Pustaka. Di dalamnya berisi semua pustaka yang
dipergunakan, termasuk buku, majalah, makalah, laporan penelitian, surat kabar,
brosur, kamus dan sebagainya.
2. Bentuk penulisan
a. Nama pengarang mulai diketik pada garis margin kiri, sedangkan
baris kedua dan seterusnya dimulai setelah 3 (tiga) ketukan dari garis margin
kiri. Antara 2 (dua) sumber dikosongkan 2 (dua) spasi.
b. Nomor halaman tidak ada.
c. Nama pengarang atau penulis disusun menurut abjad (urutan
alfabetik) dari nama keluarga tanpa nomor urut.
d. Judul pustaka diketik dengan huruf kecil, kecuali, huruf
pertama tiap kata. Kata‑kata penghubung dan awalan diketik dengan huruf kecil.
e. Untuk penulisan nama pengarang mengikuti Pedoman Penyusunan
Nama Pengarang Indonesia, di mana bedasarkan kesepakatan dalam “Lokakarya Peraturan
Katalogisasi dan Authority File Pengarang Indonesia” oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1975 telah disetujui yaitu: Nama pengarang
Indonesia yang terdiri dari dua unsur atau lebih, dengan tidak
memperhatikan latar belakang masing‑masing nama itu, maka dalam penyusunan
bibliografi nama akhir itu yang dicantumkan lebih dahulu kemudian dtikuti tanda
koma nama‑nama pertamanya Nama akhir itu kemungkinan dapat berupa nama
keluarga, nama marga, nama ayah, nama kecil, atau apapun tidak perlu
diperhatikan”.
f. Kalau sebuah karya
tulis disusun oleh dua orang maka hanya nama pengarang pertama yang disusun
seperti uraian di atas, nama kedua dan ketiga ditulis biasa.
g. Kalau penulis
berjumlah lebih dari dua orang maka, hanya penulis pertama yang disusun seperti
uraian diatas ditambah et al. (et. al = dengan kawan-kawan).
h. Apabila dalam daftar
pustaka terdapat 2 (dua) karya atau lebih yang ditulis oleh seorang pengarang,
maka untuk karya yang kedua dan seterusnya sebagai pengganti nama penulis
dicantumkan garis sepanjang 5 (lima) ketukan ketik (nama penulis tidak perlu
diulang).
i. Bila ada dua
atau tiga karangan dari seorang pengarang, maka karangan itu disusun menurut
tahun terbitnya.
j. Bila ada dua
karangan atau lebih dari seorang pengarang diterbitkan dalam tahun yang sama,
maka dibelakang tahun terbitnya diberi nomor urut a, b, c, dst.
k. Jika sumber dalam
daftar pustaka banyak dan bermacam‑macam (buku, majalah, surat kabar, brosur,
dan lain‑lain) maka sumber tersebut dikelompokkan dan tiap‑tiap kelompok juga
disusun menurut abjad.
l Bentuk penulisannya
dengan susunan sebagai berikut: nama pengarang (dibalik), titik, tahun terbit,
titik, judul sumber pustaka, titik, dan data publikasi lainnya.
Beberapa
contoh Penulisan Daftar Pustaka:
DAFTAR PUSTAKA
Buku‑buku:
Alkostar,
Artidjo (ed.). 1997. Identitas Hukum Nasional. Yogyakarta: FH‑Ull
Berger,
L. Peter & Thomas Luckmann. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan,
terj. Hasan Basri. Jakarta: LP3ES
Hadjon,
Philipus M. (et al.). 1994. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Pers
Lopa,
Baharuddin. 1997. 'Prinsip‑prinsip Etis dalam Pembangunan Hukum Nasional’
dalam Idenlitas Hakum Nasional, ed. Artidjo Alkostar.
Yogyakarta: FH-UII
Pamulardi,
Bambang. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan di Bidang Kehutanan. Jakarta:
Raja Grafindo Pers
Rahardjo, Satjipto. 1991.
Ilmu Hukum. Bandung: Alumni
‑‑‑‑‑‑ 198.6. Hukum dan
Masyarakat. Bandung: Angkasa
Susanto, I. S. 1995a. Kejahatan
Korporasi. Semarang: Badan Penerbit Undip
Unger,
Roberto Mangabeira. 1978. Law in Modern Society: Toward a criticism of
Social Theory. Newyork: Macmillan Publishing Co., Inc.
Laporan Penelitian:
Fatkhurohman & Miftachus Sjuhad. 1995. “lzin Usaha
Industri yang Berwawasan Lingkungan sebagai Penunjang Pembangunan yang
Berkesinambungan”. Laporan Penelitian Hukum. Malang: LP2M
Univ. Widyagama
Harahap, M. Yahya. 1995/1996 "Penyelesaian Sengketa di
Luar Peradilan: Alternative Dispute Resolution". Laporan
Akhir Penelitian Hukum. Jakarta: BPHN ‑ Dep.Keh. RI
Makalah:
Fadjar,
A. Mukthie. 1997. “Sistem Hukum: Upaya Melindungi Kepentingan Nasional dan
Jaminan Keadilan Sosial Menghadapi Politik Ekonomi Internasional” dalam Jurnal
Ilmiah Widyagama. No. I /Edisi Kelima, Aprill 1997. Malang: LP2M Univ.
Widyagama
Hakim,
Lukman. 1998. “Era TRIPs dan Kebijakan Haki Nasional Indonesia Menjelang Era
Perdagangan Bebas” makalah dalam diskusi rutin F.H Univ. Widyagama Malang,
3 Januari 1998
Koran:
Negara,
Purnawan D. 1996. “Perusahaan Abaikan Lingkungan Lakukan Kejahatan Korporasi”
dalam Bisnis Indonesia, 4 Maret 1996
Susanto,
I. S. 1995b. “Hukum, Etika, Politik dan Etika Bisnis” dalam Kompas, 1
Juni 1995
K. BATAS WAKTU
PENULISAN HUKUM
1 . Penulisan hukum
diberikan jangka waktu 6 (enam) bulan, terhitung sejak tanggal dikeluarkannya
Keputusan Dekan tentang penetapan dosen pembimbing;
2. Sebelum jangka
waktu penulisan berakhir, dosen pembimbing dapat memanggil mahasiswa yang
bersangkutan untuk dimintai laporan perkembangannya;
3. Apabila jangka
waktu penyusunan telah berakhir dan mahasiswa belum dapat menyelesaikan,
mahasiswa yang bersangkutan atas pertimbangan dosen pembimbing dapat diberi
waktu perpanjangan selama‑lamanya 3 (tiga) bulan, revisi dan/atau mengganti
dengan judul lain dengan sepengetahuan/persetujuan Pimpinan Fakultas.
L. UJIAN PENULISAN
HUKUM
1. Syarat‑syarat bagi
mahasiswa yang akan menempuh ujian penulisan hukum/ujian komprehensif :
a.
Telah menempuh dan lulus sekurang‑kurangnya 140 SKS dengan
IPK>2,00;
b.
Menyerahkan 3 (tiga) eksemplar penulisan hukum yang telah dinyatakan
selesai oleh pembimbing;
c.
Menyerahkan 1 (satu) lembar kuitansi bukti pembayaran.
1) Her‑regristrasi
2) Ujian
Skripsi
2.
Majelis penguji penulisan hukum;
a. Ujian penulisan
hukum dilaksanakan oleh suatu majelis penguji yang ditentukan dengan Surat Ketetapan
Dekan yang terdiri dari seorang Ketua, dan 2 (dua) orang anggota.
b. Dosen pembimbing
dengan sendirinya menjadi penguji dalam majelis penguji.
3.
Materi ujian penulisan hukum
a. Alur pemikiran
penyusunan penulisan hukum;
b. Isi dan metode
penyusunan penulisan hukum;
c. Materi yang diujikan bersifat komprehensif sesuai dengan
minat/judulnya;
4.
Penilaian ujian penulisan hukum:
a. Penentuan lulusan dilakukan secara musyawarah oleh majelis
penguji;
b. Predikat
kelulusan dengan nilai:
1) A ‑
amat baik/sangat memuaskan;
2) B ‑
baik/memuaskan;
3) C ‑
cukup/cukup memuaskan;
4) D ‑
Kurang/tidak memuaskan/gagal.
5. Dekan menetapkan
keputusan majelis penguji tentang kelulusan seseorang mahasiswa dalam suatu SK.
Yudisium.
6. Majelis penguji dapat
menetapkan mahasiswa yang dinyatakan tidak lulus, kapan yang bersangkutan dapat
maju ujian berikutnya. Di samping itu, majelis penguji berhak menunda yudicium
dengan kewajiban mengadakan revisi atau tugas‑tugas akademik lainnya.
7. Mahasiswa yang
dinyatakan lulus tanpa revisi atau yang telah selesai direvisi bagi yang harus
revisi, diwajibkan menyerahkan 3 (tiga) eksemplar penulisan hukum yang telah
dijilid dengan cover/sampul sebagaimana diatur pada point D.5, dengan
perincian:
1 (satu)
eksemplar untuk fakultas;
1 (satu)
eksemplar untuk perpustakaan;
1 (satu)
eksemplar untuk penulis.
M. ABSTRAK PENULISAN
HUKUM.
1. Dalam pembuatan abstrak mahasiswa harus berkonsultasi
dengan Dosen Pembimbing;
2. Abstrak dibuat
maksimum 1 (satu) halaman dengan diketik/di‑print dengan spasi tunggal (jarak
satu spasi);
3. Abstrak dilampirkan pada Penulisan Hukum setelah MOTTO
yang menggunakan halaman romawi kecil;
4. Berita Acara Ujian disediakan
fakultas.
N. KETENTUAN LAIN‑LAIN
Hal ‑ hal yang
belurn cukup diatur dalam pedoman
Lampiran 1
KERANGKA UMUM USULAN PENULISAN HUKUM
Lembar
Sampul Muka
Sampul muka usulan
ditulis di atas kertas A4 warna merah tua, bertuliskan USULAN PENULISAN
HUKUM yang ditulis di atas judul, kemudian judul usulan dan di bawahnya
simbol universitas, selanjutnya identitas mahasiswa (Nama, NIM), dan di bagian
paling bawah identitas perguruan tinggi.
Contoh :
USULAN PENULISAN HUKUM
ASPEK HUKUM ALIH TEKNOLOGI
DALAM KONTRAK PRODUCTION SHARING
DI BIDANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN, GAS BUMI
(SUATU TINJAUAN YURIDIS DI VICCO ‑ PERTAMINA)
Oleh:
M A R Z U K I
NIM. 91.07.20.0277
UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
FAKULTAS HUKUM
MALANG
1995
Lembar
Pengesahan
Lembar pengesahan
dibuat setelah usulan masuk ke fakultas dan melalui pembimbingan (disetujui
oleh fakultas dan dosen pembimbing) dan apabila dosen pembimbing memandang
perlu (merekomendasi) untuk dilakukan seminar usulan/review usulan maka lembar
pengesahan dibuat setelah melalui proses seminar/review.
Contoh :
LEMBAR PENGESAHAN
PENGESAHAN ISI dan FORMAT PENULISAN HUKUM
Penulisan Hukum
yang dibuat oleh:
N a
m a :
N I M :
Konsentrasi :
J u d u l :
Isi dan formatnya
telah disetujui dan disahkan
Malang, ………………….
Menyetujui
Pembimbing,
…………………………..
NIP.
Mengesahkan, Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum
Kepidanaan/ D e k a n,
Ketua Bagian Hukum
Keperdataan,
……………………… …………………………..
NIP. NIP.
1. Judul
Judul
hendaknya dibuat singkat, ringkas, jelas, menunjukkan dengan tepat masalah yang
akan dipecahkan, dan tidak memberikan peluang untuk penafsiran yang bermacam‑macam,
serta dapat menggambarkan keseluruhan dari permasalahan yang akan ditulis.
Bahasa yang digunakan hendaknya bahasa ilmiah yang memenuhi standar keilmuan
dan mudah dipahami oleh orang lain.
2. Latar
Belakang/Dasar Pemikiran
Berisi
uraian tentang hal‑hal yang melatarbelakangi dan atau dasar‑dasar alasan/pemikiran
pemilihan masalah, sehingga menunjukkan tingkat keaslian dari masalah yang
dipilih, dalam arti belum pernah ditulis, atau harus dinyatakan dengan tegas
bedanya dengan penulisan yang sudah pernah dilakukan.
Catatan: Untuk
Skripsi digunakan Latar Belakang, sedang untuk LM digunakan Dasar Pemikiran,
diberi uraian deskripsi kasus/fakta‑fakta hukum secara singkat.
3. Perumusan Masalah
Berisi
rumusan masalah yang menarik dan mendesak untuk segera dipecahkan/dikaji.
Rumusannya tidak harus dalam bentuk pertanyaan tetapi dapat dalam bentuk
pernyataan, namun untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman maka perumusan
masalah dirinci dan diberi nomor urut.
Perlu diperhatikan bahwa suatu masalah yang baik harus :
a. menyatakan hubungan antara 2 (dua) gejala/variabel (das
sein dan das sollen),
b.
dinyatakan secara jelas dan tidak mengandung keraguan;
c. menyiratkan kemungkinan untuk dapat diuji secara empiris.
4. Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
a. Tujuan Penulisan
Apa yang
hendak dicapai dalam penulisan hukum (tujuan) hendaknya dikemukakan secara
jelas dan tegas. Jika masalah dirinci menjadi 3 (tiga) hal, maka tujuan
penulisan harus meliputi ketiga hal tersebut, dan melalui pengujian
hipotetis/jawaban singkat (jika ada) dari ketiga hal tersebut akan diperoleh
kesimpulan yang meliputi ketiga hal itu pula.
Perlu
diperhatikan bahwa antara masalah, tujuan dan kesimpulan yang kelak diperoleh
harus mempunyai relevansi/sinkron.
b. Kegunaan Penulisan
Dari apa
yang ditegaskan dalam tujuan, dapat dirumuskan pula bahwa apa yang ditulis
mempunyai manfaat baik untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum
(segi teoritis) maupun bagi kepentingan masyarakat, Universitas Widyagama,
pembangunan, dan negara (segi praktis).
5. Tinjauan Pustaka
Berisi uraian sistematis tentang keterangan‑keterangan yang
dikumpulkan dari pustaka yang mempunyai relevansi, menunjang penulisan dan
dipahami bahwa apa yang terurai tersebut nantinya dapat digunakan sebagai
sarana analisis untuk memecahkan masalah. Kejujuran/etika akademik mengharuskan
penulis untuk menunjukkan sumber dari mana keterangan itu diperoleh.
6. Landasan Teori (tentatil)
Berisi
tentang teori (konsep, variabel, dan pernyataan) yang dipakai sebagai tolok
ukur/patokan dalam memecahkan masalah. Teori adalah seperangkat preposisi
yang berisi konsep yang telah didefinisikan dengan menjelaskan hubungan antar
variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dar fenomena yang
digambarkan oleh variabel‑variabel tersebut. Landasan teori ini dijabarkan
dan disusun dari tinjauan pustaka dan akan merupakan suatu bingkai yang
mendasari pemecahan masalah serta untuk merumuskan hipotesis.
7. Hipotesis/Jawaban
Singkat (tentatif)
Hipotesis
dirumuskan berdasarkan landasan teori (jika ada) atau dari tinjauan pustaka. Hipotesis
adalah jawaban sementara/singkat terhadap permasalahan yang telah dirumuskan
dan merupakan pernyataan tentang hubungan antara 2 (dua) atau lebih variabel
(selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan).
Hipotesis
yang baik, harus mengandung konsep yang jelas, dapat diuji secara empiris, spesifik/terinci,
dapat ditunjang dengan teknik‑teknik yang ada dan dapat dihubungkan dengan
teori.
Catatan: Hipotesis
dipakai untuk bentuk Skripsi (jika ada), sedangkan Jawaban Singkat harus
dipakai pada bentuk Legal Memorandum.
8. Metode
Penelitian/Metode Analisis
Berisi
penjelasan bahwa dengan permasalahan, tinjauan pustaka, landasan teori (jika
ada), dan hipotesis (jika ada) yang telah disebutkan, maka penulis akan
menggunakan cara/metode pendekatan apa untuk membahas penulisan, cara apa untuk
mencari dan mengumpulkan data, menganalisis data atau dengan metode yang
bagaimana kajian itu akan dilakukan.
Dengan kata lain, dalam bagian ini penulis menjelaskan
a.
Metode Pendekatan: Yuridis Normatif/Yuridis Sosiologis,
b.
Lokasi Penelitian: sebut lokasinya dan uraian tentang alasan
pemilihannya.
c.
Jenis & Sumber Data: uraikan jenis data yang diperlukan
dan sumber di mana data itu dapat digali.
d.
Teknik Pengumpulan Data.
- Data Sekunder: Studi
Kepustakaan (Library Research)
- Data Primer :Interview,
Observasi (Field Research)
e.
Metode Analisis: Kualitatif/Kuantitatif
Catatan: Untuk bentuk Legal
Memorandum dapat hanya mencantumkan metode pendekatan dan metode analisis saja.
9. Jadwal dan
Sistematika Penulisan
a.
Jadwal Penulisan
Dalam
jadwal ditunjukan tentang tahap‑tahap dengan rincian setiap kegiatan dan jangka
waktunya.
Contoh
Jadwal Penulisan Hukum:
No.
|
Kegiatan
|
Waktu pelaksanaan (Bulan ke)
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
Dst
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Persiapan
Pengajuan Usulan
Seminar(jika ada)
Revisi Usulan
Pengurusan Izin
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Ujian
Revisi Laporan
(jika ada revisi)
|
xx
xx
|
x
xx
xx
|
xxxx
|
xx
xxxx
|
xx
xx
xx
|
xx
x
x
|
|
b.
Sistematika Penulisan
Penulisan
Hukum ini akan disusun dalam 4 (empat) bab dengan sistematika: Bab I
Pendahuluan, Bab II Hasil Penelitian atau Posisi Kasus/Fakta‑Fakta Hukum, Bab
III Analisis Hasil Penelitian atau Analisis Kasus, Bab IV Penutup (sesuai
dengan sistematika dalam Buku Pedoman).
10. Daftar Pustaka (minimal 10 pustaka)
Berisi
pustaka‑pustaka yang telah digunakan, ditulis menurut aturan yang dan disusun
urut secara alfabetus.
Contoh 1
FORMAT SISTEMATIKA
SKRIPSI
Halaman
Lembar Judul
……………………………………………………………………………. i
Lembar Pengesahan …………………………………………………………………… ii
Motto …………………………………………………………………………………….. iii
Abstrak ………………………………………………………………………………….. iv
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… v
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN, (isi sama dengan usulan)
A . ……………………………………………………………………………
B. dst ………………………………………………………………………..
BAB II : HASIL PENELITIAN
A. Data tentang Masalah Pertama ………………………………………
B. Data tentang Masalah Kedua ………………………………………
C. Data tentang Masalah Ketiga ………………………………………
D. Dst ……………………………………………………………………….
BAB III : ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis terhadap Data
tentang Masalah Pertama …………………
B. Analisis terhadap Data
tentang Masalah Kedua …………………..
C. Analisis terhadap Data
tentang Masalah Ketiga …………………..
D. Dst. ………………………………………………………………………
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
……………………………………………………………..
B. Saran‑saran (Jika ada) ………………………………………………..
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
Contoh 2
FORMAT SISTEMATIKA LEGAL MEMORANDUM
Halaman
Lembar Judul
………………………………………………………………………………… i
Lembar Pengesahan ................................................................................ .. .......... ii
Motto ...................................................................................................... ………..
iii
Abstrak .................................................................................................... ……….. iv
Kata Pengantar ........................................................................................ ……….. v
Daftar Isi . ................................................................................................ ……….. vi
BAB I : PENDAHULUAN, (isi sama dengan usulan)
A .
……………………………………………………………………………….
B. dst
......................................................................................................
BAB II : POSISI KASUS/FAKTA‑FAKTA HUKUM
A.
Uraian Posisi Kasus/Fakta‑Fakta Hukum Mengenai
Permasalahan Pertama
.....................................................................
B. Uraian
Posisi Kasus/Fakta‑Fakta Hukum Mengenai
Permasalahan Kedua
.......................................................................
C.
Uraian Posisi Kasus/Fakta‑Fakta Hukum Mengenai
Permasalahan Ketiga
.......................................................................
BAB III : PEMBAHASAN/ANALISIS KASUS
A.
Pembahasan/Analisis Permasalahan Pertama ................................
B.
Pembahasan/Analisis Permasalahan Kedua ...................................
C.
Pembahasan/Analisis Permasalahan Ketiga ...................................
Bab IV : PENUTUP
A.
Kesimpulan
......................................................................................
B.
Saran/Rekomendasi (Jika ada) ........................................... ……….
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
PENJELASAN UMUM
SISTEMATIKA DAN ISI PENULISAN HUKUM
SKRIPSI
Untuk Penulisan Hukum dalam bentuk
skripsi yang dimaksudkan dalam buku pedoman ini, sebenamya tidak jauh beda
dengan “skripsi” model lama, hanya terdapat sedikit perubahan substansi yang
mengarah pada penyederhanaan isi dari sistematika. Adapun sistematika dan
gambaran umum tentang isi pada laporan Penulisan Hukum dalam bentuk skripsi
tersebut adalah sebagai berikut:
• Cover/Sampul
muka dan dalam
• Lembar
Pengesahan
• Motto
•
Abstrak
• Kata
Pengantar
• Daftar
Isi
•
Halaman berikutnya adalah penyajian bab per bab.
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini isinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang telah ditulis pada usulan (setelah melalui proses
pembimbingan, seminar, ataupun revisi), yang meliputi:
1 . Latar Belakang
Berisi
uraian tentang hal‑hal yang melatarbelakangi pemilihan masalah yang akan
diteliti, memang benar‑benar penting dan perlu ditelaah secara ilmiah, sehingga
menunjukkan tingkat keaslian dari masalah yang dipilih, dalam arti sebelumnya
pernah ditutis, atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penulisan
yang sudah pernah dilakukan.
Di samping
itu diberikan uraian tentang alur pemikiran secara sistematis atau disarankan
agar uraian latar belakang ini mengantarkan adanya perumusan masalah yang
berbentuk piramida, dari uraian yang sifatnya umum, menyempit pada pokok
masalah yang akan dijadikan topik permasalahan.
2. Perumusan Masalah
Berisi
rumusan masalah yang menarik dan mendesak untuk segera dipecahkan/dikaji.
Rumusannya tidak harus dalam bentuk pertanyaan tetapi dapat dalam bentuk pernyataan,
namun untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman maka rumusan permasalahan
dirinci dan diberi nomor secara urut.
Perlu
diperhatikan bahwa perumusan masalah harus bertitik tolak dari uraian latar
belakang.
3. Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
a. Tujuan Penulisan
Apa yang
hendak dicapai dalam penulisan skripsi hendaknya dikemukakan secara jelas dan
tegas. Jika masalah dirinci menjadi 3 (tiga) hal, maka tujuan penulisan harus
meliputi ketiga hal tersebut, dan melalui pengujian hipotetis (jika ada) dari
ketiga hal tersebut akan diperoleh kesimpulan yang meliputi ketiga hal itu
pula. Perlu diperhatikan bahwa antara masalah, tujuan dan kesimpulan yang kelak
diperoleh harus mempunyai relevansi/sinkron.
b. Kegunaan Penulisan
Dari apa
yang ditegaskan dalam tujuan, dapat dirumuskan pula bahwa apa yang ditulis
mempunyai manfaat baik untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum
(segi teoritis) maupun bagi kepentingan masyarakat, Universitas Widyagama,
pembangunan, dan negara (segi praktis).
4. Tinjauan Pustaka
Berisi
uraian sistematis tentang keterangan‑keterangan yang dikumpulkan dari pustaka
yang mempunyai relevansi, menunjang penulisan dan dipahami bahwa apa yang
terurai tersebut nantinya dapat digunakan sebagai sarana analisis untuk memecahkan
masalah. Kejujuran akademik mengharuskan penulis untuk menunjukkan sumber dari
mana keterangan itu diperoleh.
5. Landasan Teori (tentatil)
Berisi
tentang teori (konsep, variabel, dan pernyataan) yang dipakai sebagai tolok
ukur/patokan dalam memecahkan masalah. Teori adalah seperangkat preposisi
yang berisi konsep yang telah didefinisikan dengan menjelaskan hubungan antar
variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang
digambarkan oleh variabel‑variabel fersebut.
Landasan
teori ini dijabarkan dan disusun dari tinjauan pustaka dan akan merupakan suatu
bingkai yang mendasari pemecahan masalah serta untuk merumuskan hipotesis.
6. Hipotesis (tentatif)
Hipotesis
dirumuskan berdasarkan landasan teori (jika ada) atau dari tinjauan pustaka.
Hipotesis adalah jawaban sementara/singkat terhadap permasalahan yang telah
dirumuskan dan merupakan pernyataan tentang hubungan antara 2 (dua) atau lebih
variabel (selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan).
Hipotesis
yang baik, harus mengandung konsep yang jelas, dapat diuji secara empiris,
spesifik/terinci, dapat ditunjang dengan teknik‑teknik yang ada dan dapat
dihubungkan dengan teori.
7. Metode Penelitian
Berisi penjelasan bahwa dengan permasalahan, tinjauan pustaka,
landasan teori (jika ada), dan hipotesis (jika ada) yang telah disebutkan, maka
penulis akan menggunakan cara/metode pendekatan apa untuk membahas penulisan,
cara apa untuk mencari dan mengumpulkan data, menganalisis data atau dengan
metode yang bagaimana kajian itu akan dilakukan.
Dengan kata lain, dalam bagian ini penulis menjelaskan:
a.
Metode Pendekatan: Yuridis Normatif/Yuridis Sosiologis;
b.
Lokasi Penelitian: sebut lokasinya dan uraian tentang alasan
pemilihannya;
c.
Jenis & Sumber Data: uraikan jenis data yang diperlukan
dan sumber di mana data itu dapat digali;
d.
Teknik Pengumpulan Data:
‑ Data
Sekunder : Studi Kepustakaan (Library
Research)
‑ Data
Primer : Interview,
Observasi (Field Research)
e.
Metode Analisis: Kualitatif/Kuantitatif
8. Jadwal dan
Sistematika Penulisan
Untuk bagian ini
lihat di dalam Kerangka Usulan Penulisan Hukum (halaman …)
BAB II
HASIL PENELITIAN
Pada Bab
II ini tidak sama dengan penulisan skripsi model lama, di dalamnya hanya memuat
paparan hasil‑hasil penelitian baik yang berupa data sekunder maupun data
primer.
Yang perlu
diperhatikan yaitu tentang validitas data penelitian, yang tergantung pada 2
(dua) hal :
a.
kesesuaian metode penelitian yang digunakan.
b.
kemampuan penulis untuk menjabarkan variabel dan indikator‑ indikatonya.
Untuk
itu, penentuan lokasi dan sampel penelitian, serta responden yang memiliki
kualifikasi terhadap data yang direspon penulis, sangat berpengaruh dalam
mendapatkan data yang baik dan valid. Demikian pula, kemampuan penulis menjabarkan
variabel ke dalam indikator‑indikator, sangat membantu dalam pemilihan data
yang diperlukan.
Supaya
penyajian data dapat dipaparkan dengan baik dan sistematis, perlu diperhatikan
hal‑hal berikut ini:
1.
Penulis menjabarkan terlebih dahulu variabel serta indikator
dari tiap‑tiap masalah yang dirumuskan.
2.
Indikator‑indikator tersebut merupakan “bahan” dalam menyusun
daftar pertanyaan (kuesioner) atau pedoman dalam wawancara.
3.
Variabel dan indikator‑indikator tersebut disusun sedemikian
rupa sehingga akan nampak item‑item dari data yang dibutuhkan.
Pada
dasarnya, pada Bab II ini terdapat 2 (dua) bagian yang disajikan penulis, yaitu:
1.
Bagian yang menjelaskan tentang penjabaran variabel dan
indikator pada tiap‑tiap masalah yang dirumuskan.
2.
Bagian yang menjelaskan data hasil penelitian yang telah
diperoleh penulis berdasarkan indikator‑indikatornya.
Penyajian
hasil penelitian dapat disusun berdasarkan urutan indikator pada tiap-tiap variabel,
atau berdasarkan urutan permasalahan yang telah dirumuskan. Hal ini untuk
mempermudah penulis dalam mengelompokkan data (coding), sekaligus
sebagai kontrol terhadap kemungkinan kurangnya data.
Sebagai catatan
bahwa data yang disajikan “murni” dari
hasil penelitian, di dalamnya tidak terdapat penilaian penulis maupun pendapat
ahli.
Bila
data berupa angka‑angka, penulis dapat menyajikan dalam bentuk tabel (tabulating)
yang diberi nomor urut daftar tabel, sedang bila data berupa paparan,
pernyataan/hasil wawancara terhadap responden yang telah dilakukan penulis
(data non angka) dapat disusun sebagaimana paparan yang ada.
BAB III
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini
berisi proses analisis/pembahasan yang dilakukan oleh penulis terhadap hasil
penelitian yang telah dipaparkan di dalarn Bab II. Di sini penulis menunjukkan
kemampuan analisisnya terhadap data‑data yang diperoleh dengan didukung oleh
sumber pustaka baik teoritis maupun normatif yang telah disusun penulis dalam
tinjauan pustaka dan landasan teori (jika ada).
Dalam
melakukan analisis penulis harus berpedoman pada hasil penelitian (dalam Bab
II), sebab hasil penelitian tersebut pada dasarnya telah membatasi ruang
lingkup permasalahan, sesuai rumusan masalah pada Bab I. Dalam proses analisis,
inventarisasi ide penulis dapat dipakai untuk memperkaya dan mempertajam
analisis, untuk itu perbendaharaan literatur (banyak membaca) merupakan syarat
penting terhadap kualitas hasil analisis.
Pada
akhirnya, setelah proses analisis selesai tergambarkan uraian yang dapat
ditangkap oleh penulis sebagai suatu simpulan‑simpulan/ solusi‑solusi dan saran‑saran
tertentu, yang kemudian dapat dituangkan secara sistematis dalam Bab IV.
BAB IV
PENUTUP
Di
dalamnya berisi paparan hasil akhir atau bentuk pemecahan masalah sebagai inti
dari proses analisis (dalam Bab III), dengan kata lain dalam bagian ini berisi
jawaban dari permasalahan yang ada yang merupakan simpulan.
Kesimpulan
disusun dan diberi nomor secara berurutan, dengan jumlah yang minimal sama
dengan jumlah permasalahan, atau dapat ditambah (lebih) kesimpulan lain di luar
permasalahan tetapi benar‑benar mempunyai relevansi dan keterkaitan dengan
pokok masalah serta dipandang cukup penting untuk dimuat dalam kesimpulan.
Kemudian dari
simpulan‑simpulan tersebut, dimungkinkan (tersirat) hal‑hal yang mengganjal
atau masih terbuka peluang adanya kesenjangan serta patut diperhatikan untuk
masuk dalam skala prioritas bagi pihak‑pihak tertentu yang berkompeten maka hal-hal
itu (jika ada) dapat disarankan atau direkomendasikan kepada pihak‑pihak
tersebut.
Daftar Pustaka,
Lampiran, Daftar Riwayat Hidup.
Setelah
penulisan Bab IV selesai, selanjutnya pada halaman berikutnya dibuat Daftar
Pustaka yang dijadikan sumber rujukan penulis dengan tata cara. penulisannya
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Pada halaman berikutnya
dilampirkan berkas‑berkas yang dipandang penting untuk dilampirkan (seperti
berkas perkara, surat ijin penelitian, contoh fakta hukum dari media cetak dan
sebagainya.
Lampiran ini
sifatnya tentatif maksudnya dilampirkan apabila ada dan benar‑benar penting
untuk dilampirkan.
LEGAL MEMORANDUM
Apabila mahasiswa
memilih penulisan hukum dalam bentuk Legal Memorandum (LM), maka sistematika
dan gambaran umum tentang isi pada laporan penulisan hukum tersebut disusun
sebagai berikut:
• Cover/Sampul
muka dan dalam
• Lembar Pengesahan
• Motto
• Abstrak
• Kata
Pengantar
• Daftar Isi
• Halaman
berikutnya adalah penyajian Bab per Bab.
BAB I
PENDAHULUAN
Isi pada bagian ini
tidak jauh berbeda dengan apa yang telah ditulis pada usulan (setelah melalui
proses pembimbingan, seminar, ataupun revisi), yang meliputi:
a.
Dasar Pemikiran
Di dalamnya
menguraikan dasar‑dasar alasan/pemikiran pemilihan masalah, dan keterkaitannya
dengan kasus atau fakta‑fakta hukum yang terjadi baik mengenai penegakan
hukumnya maupun perangkat perundang‑ undangannya. Di mana dalam kasus atau
fakta‑fakta hukum yang terjadi menurut penulis ternyata terdapat hal‑hal yang
menarik untuk dikaji karena adanya ketidaksesuaian/kesenjangan antara yang
diharapkan dengan kenyataannya atau antara das sein dan das
sollen (kurang sesuai atau kurang cocok atau kurang tepat dan
atau tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan hanya mencerminkan
kepastian hukum semata). Untuk itu di dalamnya juga memuat uraian kasus atau
fakta‑fakta hukumnya secara singkat dan sistematis tentang kronologis kasus
dengan menyajikan hal‑hal penting yang mengisyaratkan adanya ketidaksesuaian.
Kasus
atau fakta‑fakta hukum yang dijadikan objek kajian dengan Legal Memorandum ini
dapat ditemukan melalui cara, sebagai berikut:
Ø Untuk kasus/perkara
hukum, dengan cara:
1. Mengikuti proses
persidangan di pengadilan sejak sidang pertama sampai mendapat putusan;
2. Mengikuti proses
persidangan (tiga kali atau lebih) tidak sampai diputus, tetapi mahasiswa telah
dapat menilai bahwa berdasarkan persidangan yang telah diikuti sudah dapat
diprediksi adanya hal‑hal yang kurang tepat, kurang cocok atau kurang sesuai,
serta tidak mencerminkan rasa keadilan;
3. Tidak mengikuti
proses persidangan, tetapi mahasiswa dapat meminta (secara prosedural) salinan
berkas perkara, yang berdasarkan kepekaan akademiknya menurut mahasiswa perkara
tersebut di dalamnya terdapat hal‑hal yang kurang tepat, kurang sesuai, kurang
atau tidak mencerminkan rasa keadilan.
4. Tidak mengikuti
persidangan tetapi diperoleh masukan setelah mahasiswa melakukan proses magang
di instansi terkait, seperti: Kejaksaan Negeri (Kejari), Kepolisian, Notaris,
Pengadilan, Biro Bantuan Hukum, Kantor Pengacara, dan sebagainya.
Ø Untuk fakta‑fakta
hukum, dapat diperoleh melalui pengkajian dari berbagai sumber, seperti
dari media massa baik media massa cetak (koran, tabloid, jurnal, majalah)
maupun media massa elektronik (TV, Radio, Internet), serta dari berbagai
perternuan ilmiah (seminar, diskusi panel, simposium, debat ilmiah) dengan
catatan, bahwa masalah‑masalah yang diangkat sebagai suatu fakta hukum
merupakan masalah‑masalah hukum yang sedang aktual dan menarik.
b.
Perumusan masalah
Atas
dasar uraian dasar pemikiran maka mahasiswa dapat merumuskan permasalahan yang
mendesak untuk segera dipecahkan. Jadi harus ada keterkaitan secara jelas bahwa
apa yang termuat dalam dasar pemikiran benar‑benar mengantarkan timbuInya
permasalahan (lihat penjelasan perumusan masalah pada format usulan penulisan
hukum).
c. Tujuan dan
Manfaat Penulisan
Disamping
apa yang telah diuraikan dalam Kerangka Usulan Penulisan Hukum juga dicantumkan
untuk pihak mana atau untuk siapa memorandum ini ditujukan (lihat penjelasan
tujuan dan manfaat penulisan pada format usulan penulisan hukum).
d. Tinjauan Pustaka
Berisi
keterangan‑keterangan yang dikumpulkan dari pustaka yang benar‑benar mempunyai
relevansi, menunjang penulisan dan dipahami bahwa apa yang terurai tersebut
nantinya dapat digunakan sebagai sarana analisis untuk memecahkan masalah
(lihat penjelasan tinjauan pustaka pada format usulan penulisan hukum).
e. Jawaban Singkat
Berisi
jawaban‑jawaban singkat atas permasalahan‑permasalahan hukum yang telah
dirumuskan. Untuk diperhatikan bahwa jawaban singkat ini tidak harus seIalu
sama dengan kesimpulan dan kesimpulan jangan dipaksakan untuk dipersamakan
dengan jawaban singkat ini, karena telah melalui uji verifikasi dengan kajian
analisis tertentu.
f. Metode Penelitian
Untuk
memecahkan permasalahan diperlukan suatu metode yang dipandang tepat untuk
diterapkan, sehingga permasalahan yang ada dapat diperoleh jawabannya secara
tepat dan benar, tidak hanya dari versi penulis tetapi juga diakui oleh pihak
lain (tersirat nilai keilmiahan, valid dan obyektif).
Karena
LM merupakan suatu memorandum (tawaran pendapat) maka dalam metode yang
digunakan tidak harus lengkap sebagaimana metode penelitian (Skripsi), cukup
hanya memuat tentang Metode Pendekatan dan Metode Analisis yang dipergunakan.
g. Jadwal dan
Sistematika Penulisan
Untuk
bagian ini lihat di dalam penjelasan umum kerangka usulan penulisan hukum.
BAB II
POSISI KASUS/FAKTA‑FAKTA
HUKUM
Dari
uraian dasar pemikiran serta diskripsi kasus atau fakta‑fakta hukum sebagaimana
tertuang pada bagian awal Bab I, maka diperoleh gambaran adanya suatu
ketidaksesuaian atau kesenjangan antara das sein dan das
sollen (permasalahan).
Untuk selanjutnya
dalam Bab II ini, penulis dapat menguraikan kembali posisi kasus tersebut dengan
penekanan pada tiap‑tiap permasalahan yang akan dikaji atau dengan kata lain
memperinci posisi kasus sesuai rincian permasalahan yang ada.
Sebagai
contoh misalnya, setelah penulis mempelajari suatu kasus hukum (pidana),
penulis menemukan permasalahan: (1) menyangkut landasan hukum dalam dakwaan
jaksa penuntut umum “kurang sesuai” atau “tidak tepat” (2) menyangkut dasar
pertimbangan hukum hakim dalam putusan "kurang adil dan hanya melihat
aspek kepastian hukum saja".
Dari
permasalahan tersebut maka dalam Bab II, penulis menguraikan hasil temuan
(data) yang telah diperoleh yang disusun sesuai dengan rincian permasalahan,
sebagai berikut:
A. Posisi Kasus Mengenai Landasan Hukum
dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Di sini
penulis menguraikan data yang diperoleh berkaitan dengan dakwaan baik yang
berasal dari berkas perkara, serta dengan uraian mengenai alasan penulis
tentang ketidaksesuaian yang terdapat dalam dakwaan.
Selanjutnya
dipaparkan juga tentang peraturan perundang‑undangan yang dipakai dalam
dakwaan, peraturan perundang‑undangan lain yang menurut penulis mempunyai
relevansi dengan pokok masalah, serta hasil wawancara seputar dakwaan dengan
pihak yang berkornpeten (bila dilakukan).
B. Posisi Kasus Mengenai
Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Memutus Perkara.
Di sini
penulis menguraikan data yang diperoleh berkaitan dengan Putusan, baik yang
berasal dari berkas perkara, serta dengan uraian mengenai alasan penulis
tentang ketidaksesuaian yang terdapat dalam penjatuhan putusan.
Selanjutnya
dipaparkan juga tentang peraturan perundang‑undangan yang dijadikan landasan
hukum serta dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara, peraturan
perundang‑undangan lain yang menurut penulis mempunyai relevansi dengan pokok
masalah, serta hasil wawancara seputar putusan hakim dengan pihak yang berkompeten
(bila dilakukan).
Dan
seterusnya sesuai dengan rincian permasalahan yang ada.
BAB III
ANALISIS KASUS/FAKTA‑FAKTA HUKUM
Dalam
bab ini, berisi analisis terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagaimana
telah ditekankan kembali dalam Bab II dan data yang diperoleh telah dipaparkan
atau dengan kata lain, Bab III berisi
analisis terhadap apa yang telah dipaparkan dalam Bab II.
Pada
tahap analisis ini diperlukan kemampuan penalaran dari penulis, karena itu
penguasaan materi yang relevan dengan pokok masalah yang dibahas mutlak
diperlukan, dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dalam Bab I, serta
peraturan perundang-undangan yang dipaparkan dalam Bab II sangat membantu
dalam melakukan proses analisis dan dapat menunjukkan ketajaman analisis dari
penulis.
Analisis
pada Bab III ini, pada dasarnya merupakan proses penemuan jawaban atau upaya
pemecahan atas permasalahan dan sekaligus sebagai tempat uji verifikasi
terhadap jawaban singkat yang telah disusun. Yang harus diperhatikan bahwa
analisis yang dilakukan penulis dalam Bab III jangan merupakan upaya
(dipaksakan) klarifikasi dari jawaban singkat, karena apa yang diperoleh dalam
proses analisis tidak harus sama dengan apa yang telah dirumuskan dalam jawaban
singkat. Untuk itu proses analisis ini harus benar‑benar menunjukkan suatu
hasil dari pikiran penulis yang didukung dengan landasan teori (tinjauan
pustaka) atau sumber‑sumber lain yang relevan.
Agar
analisis tidak meluas, penulis harus selalu berpijak pada permasalahan yang
ada, sehingga dapat menunjukkan adanya ketajaman analisis dari penulis. Di samping
itu, harus secara jelas ditunjukan analisis
yang merupakan pendapat, sikap, atau pandangan dari penulis dan bila penulis
mengutip pendapat ahli atau sumber lain, maka dengan kejujuran akademiknya
sumber tersebut harus ditunjukkan.
Praktisnya,
bila penulis menyoroti suatu kasus yang menurutnya kurang tepat, kurang sesuai,
kurang cocok, atau kurang mencerminkan rasa keadilan, maka dalarn posisi ini
penulis seolah‑olah sebagai penegak hukum bayangan. Demikian pula bila penulis
menyoroti suatu fakta hukum tertentu yang menurutnya terdapat kesenjangan, maka
dalam posisi ini penulis berperan sebagai seorang pengamat/ilmuwan/akademisi
yang independen (tidak memiliki keberpihakan dan objektif).
BAB IV
PENUTUP
Berisi kesimpulan
atau solusi‑solusi dan saran/rekomendasi (jika ada) dari penulis, sebagai inti
dari proses analisis (dalam Bab III) yang merupakan bentuk pemecahan masalah,
dengan kata lain dalam bagian ini berisi jawaban dari permasalahan yang ada.
Kesimpulan disusun dan diberi nomor secara berurutan, dengan jumlah yang
minimal sama dengan jumlah permasalahan, atau dapat ditambah (lebih) kesimpulan
lain di luar permasalahan tetapi benar‑benar mempunyai relevansi dan
keterkaitan dengan pokok masalah serta dipandang cukup penting untuk dimuat
dalam kesimpulan.
Kemudian
dari kesimpulan tersebut, dimungkinkan (tersirat) hal‑hal yang mengganjal atau
masih terbuka peluang adanya kesenjangan serta patut diperhatikan untuk masuk
dalam skala prioritas bagi pihak‑pihak
tertentu yang berkompeten maka hal-hal itu (jika ada) dapat disarankan atau direkomendasikan
kepada pihak‑pihak terkait.
Daftar Pustaka,
Lampiran, Daftar Riwayat Hidup.
Setelah
penulisan Bab IV selesai, selanjutnya pada halaman berikutnya dibuat Daftar
Pustaka yang dijadikan sumber rujukan penulis dengan tata cara penulisannya
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Pada halaman berikutnya dilampirkan
berkas‑berkas yang dipandang penting untuk dilampirkan (seperti berkas perkara,
surat ijin penelitian, contoh fakta hukum dari media cetak dan sebagainya.
Lampiran ini sifatnya tentatif maksudnya dilampirkan apabila ada dan benar‑benar
penting untuk dilampirkan.
Lampiran 3
Contoh: Bentuk sampul muka, sampul dalam, lembar pengesahan,
dan motto.
1. Contoh: COVER/SAMPUL
MUKA
ASPEK HUKUM ALIH
TEKNOLOGI
DALAM KONTRAK PRODUCTION SHARING
DI BIDANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(SUATU TINJAUAN YURIDIS DI VICCO ‑ PERTAMINA)
PENULISAN HUKUM
Oleh:
M A R Z U K I
NPM : 91.07.20.0277
UNIVERSITAS WIDYAGAMA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
1995
2. Contoh: COVER
/ SAMPUL DALAM
ASPEK HUKUM ALIH
TEKNOLOGI
DALAM KONTRAK PRODUCTION SHARING
DI BIDANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
(SUATU TINJAUAN YURIDIS DI VICCO ‑ PERTAMINA)
PENULISAN HUKUM
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat‑syarat
dan tugas dalam mencapai gelar kesarjanaan
dalam bidang Ilmu Hukum
Oleh:
M A R Z U K I
NPM : 91.07.20.0277
UNIVERSITAS
WIDYAGAMA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
1995
3. Contoh : LEMBAR
PENGESAHAN
PENGESAHAN ISI DAN FORMAT PENULISAN HUKUM
Malang, ………………….
Menyetujui
Pembimbing,
…………………………..
NIP.
Mengesahkan, Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum
Pidana D e k a n,
Ketua Bagian Hukum
Perdata,
……………………… …………………………..
NIP. NIP.
4. Contoh: LEMBAR
UNGKAPAN PRIBADI/MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
“It
is better ten guilty escape than that one innocent suffer” Lebih baik sepuluh
orang yang bersalah lepas dari tuntutan dari pada 1 (satu) orang yang tidak
bersalah menderita” (Sir William B.)
“Engkau jelas bersalah jika
melakukan penindasan dan engkau dapat pula bersalah jika membiarkan penindasan”
(Eramus Darwin)
Kupersembahkan untuk:
Bapak, Ibu yang telah membimbing
menuju masa depanku, Kakak, Adik,
Bangsa, Negara dan Agamaku.
BAHAN BACAAN YANG DIGUNAKAN
Arifin,
E. Zaenal, 1987. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang benar,
Mediyatama Sara Perkasa, Jakarta.
Arikunto,
Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekalan Praktik,
Rineka Cipta, Jakarta.
Churchill,
Gregory J.D, 1993. Perencanaan Pendidikan dan Latihan Ketrampilan Hukum dan
Pendidikan Hukum Klinis Menyongsong Pelaksanaan Kurikulum Nasional Fakultas Hukum,
Makalah Penataran Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Wilayah Indonesia
Timur di Ujung Pandang, 8‑12 Maret 1993.
Hadi,
Sutrisno, 1984. Metodologi Research Jilid II, UGM Press,
Yogyakarta.
Harjono,
1994. Makalah Latihan Selingkar Catatan Tentang Legal Memorandum, Dasar Penelitian KSKP Principium Senat
Mahasiswa Fak. Hukum UNS, Surakarta, 11‑12 Juni 1994.
Hadjon,
Philipus M., 1997. Pengkajian ILmu Hukum,
Makalah Penataran dan Lokakarya,
Sehari “Menggagas Format Usulan dan Laporan Penelitian Hukum Normatif”, Fakultas Hukum Brawijaya Malang, 22 Pebruari
1997.
Koenjaraningrat,
1986. Metode‑Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia,
Jakarta.
Keraf,
Gorys, 1979. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, Nusa
Indah, Jakarta.
Nasir,
Moh. 1985. Metode Penelitian Ghalia Indonesia, Jakarta
Oshima,
Alice and Ann Hogue. 1981. Writing Academic English. Addison‑Wesley
Publishing Company.
Roubauer,
Marjore D. 1978. Legal Problem Solving, Research and Writing. St.Paul
(Wina), West Publishing Press Company.
Swasono,
Sri‑Edi, 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki, dil.Untuk
Karya dan TerbitaN Ilmiah, Ul‑Press, Jakarta.
Susilo,
Madyo Eko dan Bambang Triyanto, 1991. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,
Dahara Prize, Semarang.
Singarimbun,
Masri dan Effendi Sofian, (ed), 1989. Metode Penelitian Survei,
Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta.
Soekanto,
Soerjono, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,
Jakarta.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press,
Jakarta.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
1987. Tata Cara Penyusunan Karya Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Soemitro,
Ronny Hanifijo, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soetopo,
H.13, 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif, Pusat Penelitian
UNS, Surakarta.
Soemarjono,
Maria SM, 1989. Pembuatan Usulan Penelitian, Mimeo,
makalah pada Penataran Metodologi Penelitian bagi Dosen Fakultas Hukum, UGM
(Yogyakarta : 12 dan 13 April 1989
No comments:
Post a Comment