Friday 18 November 2016

Regulasi Vital Bagi Kesejahteraan Rakyat Petani Salam Bela Rakyat


Isi Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Tentang HAM
Bahwa menurut ketentuan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
Ayat (1) berbunyi : Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar nya, Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya. Ayat (2) Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif.
dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Isi Pasal 33 UUD 1945 Tentang Pengolahan SDA
Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu undang-undang yang mengatur tentang Pengertian Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional, yang isi pasal 33 sebagai berikut: “Pasal 33 ayat (2), “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Ayat 1 : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Ayat 3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat 4 : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ayat 5 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. [1]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 
1.       Ayat (1) Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.   (3) Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. (13). Dewan Komoditas Pertanian Nasional adalah suatu lembaga yang beranggotakan Asosiasi Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan kepentingan Petani.
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN 
Pasal 2 Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berasaskan pada: g. efisiensi-berkeadilan
Pasal 3 : Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk:  c. memberikan kepastian Usaha Tani; d. melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen;
Pasal 6  Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling sedikit memuat strategi dan kebijakan. 
Pasal 7  : (1) Strategi Perlindungan dan  Pemberdayaan  Petani  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pada kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.  (2) Strategi Perlindungan Petani dilakukan melalui: a. prasarana dan sarana produksi Pertanian; b. kepastian usaha; c. harga Komoditas Pertanian; d. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi;  e. ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa; f. sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim; dan g. Asuransi Pertanian.
Pasal 8 (1) Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Pasal 9 (1) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani disusun oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan Petani.  (2) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.  (3) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota menjadi rencana Perlindungan dan Pemberdayaan Petani baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
Pasal 13 Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas Perlindungan Petani
Bagian Ketiga Kepastian Usaha 
Pasal 22 Untuk menjamin kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban: a. menetapkan kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; b. memberikan jaminan pemasaran hasil Pertanian kepada Petani yang melaksanakan Usaha Tani sebagai program Pemerintah; c. memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan bagi lahan Pertanian produktif yang diusahakan secara berkelanjutan; dan d. mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil Pertanian.
Pasal 23 (1) Jaminan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b merupakan hak Petani untuk mendapatkan penghasilan yang menguntungkan. 
(2) Jaminan pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. pembelian secara langsung; b. penampungan hasil Usaha Tani; dan/atau c. pemberian fasilitas akses pasar.
Bagian Keempat Harga Komoditas Pertanian 
Paragraf 1 Umum 
Pasal 25 (1) Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Komoditas Pertanian yang menguntungkan bagi Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.  (2) Kewajiban Pemerintah menciptakan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menetapkan: a . tarif bea masuk Komoditas Pertanian; b. tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean;  c. persyaratan administratif dan standar mutu; d. struktur pasar produk Pertanian yang   berimbang; dan e. kebijakan stabilisasi harga pangan.
Pasal 51 (1) Transaksi jual beli Komoditas Pertanian di pasar induk, terminal agribisnis, dan subterminal agribisnis dapat dilakukan melalui mekanisme pelelangan. 
(2) Dalam mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pelelangan harus menetapkan harga awal yang menguntungkan Petani (3) Ketentuan mengenai penyelenggara, mekanisme, dan penetapan harga awal pelelangan Komoditas Pertanian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Dasar 1945 utamanya alenia ke empat yang antara lain berbunyi:
“... untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” [2]
Dalam rangka mencapai tujuan negara seperti tersebut diatas maka pembangunan merupakan satu-satunya pilihan yang harus dilaksanakan secara terencana, sistematis dan berkesinambungan. Dengan demikian peran pemerintah menjadi sangat penting dan menentukan yaitu sebagai perencana, pendorong, pengarah dan sekaligus sebagai pelaksana pembangunan nasional. Karena pembangunan nasional bersifat multi-kompleks maka membawa akibat, bahwa Pemerintah harus banyak turut campur dalam kehidupan rakyat yang mendalam disemua sektor.
Adapun tugas pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, dibedakan dalam tugas mengatur dan tugas-tugas mengurus (ordenende en versorgendetaken). Tugas mengatur penguasa, terutama mengatur peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh para warga. Sedangkan tugas-tugas mengurus adalah tindakan aktif dari pemerintah untuk campur tangan di segala aktifitas kemasyarakatan (intervitif dan ini terjadi dalam konsep pengurus kemasyarakatan/social ver-zorgingsstaat).[3]
Ilham dari adanya tugas dan wewenang pemerintahan (administrasi) ini di alasi oleh teori Catur Praja dari Van Vollenhoven yang memberikan sumbangan pemikiran tentang adanya pembagian tugas pemerintahan yang meliputi tiga wewenang, yaitu; wewenang legislatif, wewenang eksekutif, wewenang judikatif, dan polisionil. Pembagian tugas wewenang ini adalah merupakan tugas pemerintah dalam arti luas, dengan tambahan dalam pengambilan keputusan-keputusan dibidang perundangan, pemerintahan dan peradilan. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit meliputi bidang eksekutif/administrasi saja (Het Bestuur), dimana dalam melakukan tugasnya dapat melakukan 2 macam tindakan, yaitu:
1.      Tindaka-tidakan yang tidak langsung menimbulkan akibat hukum;
2.      Tindakan-tindakan yang secara langsung menimbulkan akibat-akibat hukum.[4]
Tindakan hukum yang kedua inilah yang kemudian melahirkan suatu bentuk Peraturan Presiden yang bersifat mengatur (regeling). Dari segi nomenklatur yang digunakan, maka Peraturan Presiden  jelas hanya berisi materi muatan yang bersifat mengatur (regeling) saja, banyak sekali demikian juga dengan pengertiannya, salah satu dari jenis peraturan pemerintah (PP) adalah perlindungan dan pemberdayaan petani.   
Didalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat ketentuan yang secara tegas mengatur atau memerintah materi-materi tertentu perlu diatur dalam undang-undang. Berdasarkan perubahan melalui amandemen kesatu sampai keempat paling tidak terdapat 34 materi muatan yang perlu diatur melalui undang-undang khususnya dalam materi muatan yang 12 menyebutkan “undang-undang yang mengatur hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya (Pasal 18 Ayat 1).[5] Adapun kebebasan bertindak (Freies Ermessen) yang dimiliki sangat diperlukan agar roda pemerintahan tidak berjalan seacara lamban dan kaku serta untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.[6]
Pada pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 menyatakan: “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah (PP) dibuat oleh presiden untuk melaksanakan undang-undang. Tentunya tidak akan ada peraturan pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, atau didasarkan pada kewenangan mandiri Presiden membentuk peraturan pemerintah.[7]
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang lahir pasca Amandemen Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dapat menjadi titik pijat penataan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, karena telah membawa angin perubahan baik pada ranah paradigma, pola dan fungsi utama penyelenggaraan pemerintahan daerah.[8]
Melihat bahwa pertanggungjawaban pemerintah/negara dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang bergantung atau yang mungkin meliputin semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksakan undang-undang.
Secara normatif pengaturan tanggung jawab menurut Undang-undan Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani terdapat tanggung jawab hukum perlindungan petani terhadap fluktuasi harga yaitu dalam pasal 3 huruf (d) yang berbunyi: “Melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen” Dan juga merujuk pada Deklarasi Konferensi Internasional Hak Asasi Petani yang menyebutkan “Hak atas kebebasan menentukan harga, dan pasar produksi pertanian”.[9]
SALAM BELA RAKYAT PETANI

daftar pusataka 




[1] http://pemerintahandiindonesa.blogspot.co.id/2014/10/isi-pasal-33-uud-1945-tentang.html
[2]) Lihat Fatkhurohman, “Izin Usaha Industri yang Berwawasan Lingkungan untuk Menunjang Pembangunan Berkesinambungan: Studi Di Pemerintahan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur” (Tesis Undip, Bandung, 1996), hlm. 7
[3]) Ibid, hlm. 8
[4]) Ibid, hlm. 9
[5]) Sirajuddin, Fatkhurohman dan Zulkarnain, Legislatife Drafting (Malang, 2015) hlm.71
[6]) Ibid, hlm. 78
[7]) Ibid.
[8]) Ibid, hlm. 79
                [9]) Saragih Henry, Deklarasi Hak Asasi Petani Menuju Konvenan Internasional (Petani pers dan Federasi serikat petani Indonesia, 2007), hlm. 5-6

No comments:

Post a Comment