Isi Pasal 28C ayat (2)
UUD 1945 Tentang HAM
Bahwa
menurut ketentuan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
Ayat
(1) berbunyi : Hak untuk mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar
nya, Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya. Ayat (2) Hak untuk mengajukan
diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif.
dalam
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Isi Pasal 33 UUD 1945
Tentang Pengolahan SDA
Pasal
33 UUD 1945 merupakan salah satu undang-undang yang mengatur tentang Pengertian
Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional, yang isi
pasal 33 sebagai berikut: “Pasal 33 ayat (2), “Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara”.
Ayat
1 : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Ayat
2 : Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara.
Ayat
3 : Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat
4 : Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ayat
5 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. [1]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1.
Ayat
(1) Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam
menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi,
kepastian usaha, risiko harga, kegagalan
panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. (3) Petani adalah
warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan
Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau
peternakan. (13). Dewan Komoditas Pertanian Nasional adalah suatu lembaga yang beranggotakan Asosiasi
Komoditas Pertanian untuk memperjuangkan kepentingan Petani.
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP
PENGATURAN
Pasal 2 Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berasaskan
pada: g. efisiensi-berkeadilan
Pasal 3 : Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk: c. memberikan kepastian Usaha Tani; d. melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik
ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen;
Pasal 6 Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 paling sedikit memuat strategi dan kebijakan.
Pasal 7 : (1) Strategi Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pada kebijakan Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani. (2) Strategi
Perlindungan Petani dilakukan melalui: a. prasarana dan sarana produksi
Pertanian; b. kepastian usaha; c. harga Komoditas
Pertanian; d. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; e. ganti rugi gagal panen akibat kejadian
luar biasa; f. sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim;
dan g. Asuransi Pertanian.
Pasal 8 (1) Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani.
Pasal 9 (1) Perencanaan
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani disusun oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan Petani. (2) Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun di tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota. (3) Perencanaan
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota menjadi rencana Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
Pasal 13 Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas
Perlindungan Petani
Bagian Ketiga Kepastian
Usaha
Pasal 22 Untuk menjamin
kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban: a. menetapkan
kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan; b. memberikan jaminan pemasaran hasil
Pertanian kepada Petani yang melaksanakan Usaha Tani sebagai program
Pemerintah; c. memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan bagi lahan
Pertanian produktif yang diusahakan secara berkelanjutan; dan d. mewujudkan
fasilitas pendukung pasar hasil Pertanian.
Pasal 23 (1) Jaminan
pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b merupakan hak Petani
untuk mendapatkan penghasilan yang menguntungkan.
(2) Jaminan pemasaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. pembelian secara
langsung; b. penampungan hasil Usaha Tani; dan/atau c. pemberian fasilitas
akses pasar.
Bagian Keempat Harga
Komoditas Pertanian
Paragraf 1 Umum
Pasal 25 (1) Pemerintah
berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Komoditas Pertanian
yang menguntungkan bagi Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf c. (2) Kewajiban Pemerintah
menciptakan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan
menetapkan: a . tarif bea masuk Komoditas Pertanian; b. tempat pemasukan
Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean; c. persyaratan administratif dan standar
mutu; d. struktur pasar produk Pertanian yang
berimbang; dan e. kebijakan stabilisasi harga pangan.
Pasal 51 (1) Transaksi
jual beli Komoditas Pertanian di pasar induk, terminal agribisnis, dan
subterminal agribisnis dapat dilakukan melalui mekanisme pelelangan.
(2) Dalam mekanisme
pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pelelangan harus
menetapkan harga awal yang menguntungkan Petani (3) Ketentuan mengenai
penyelenggara, mekanisme, dan penetapan harga awal pelelangan Komoditas
Pertanian diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang
Dasar 1945 utamanya alenia ke empat yang antara lain
berbunyi:
“...
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial...” [2]
Dalam
rangka mencapai tujuan negara seperti tersebut diatas maka pembangunan
merupakan satu-satunya pilihan yang harus dilaksanakan secara terencana,
sistematis dan berkesinambungan. Dengan demikian peran pemerintah menjadi
sangat penting dan menentukan yaitu sebagai perencana, pendorong, pengarah dan
sekaligus sebagai pelaksana pembangunan nasional. Karena pembangunan nasional
bersifat multi-kompleks maka membawa akibat, bahwa Pemerintah harus banyak
turut campur dalam kehidupan rakyat yang mendalam disemua sektor.
Adapun
tugas pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, dibedakan dalam tugas
mengatur dan tugas-tugas mengurus (ordenende
en versorgendetaken). Tugas mengatur penguasa, terutama mengatur
peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh para warga. Sedangkan tugas-tugas
mengurus adalah tindakan aktif dari pemerintah untuk campur tangan di segala
aktifitas kemasyarakatan (intervitif dan ini terjadi dalam konsep pengurus
kemasyarakatan/social ver-zorgingsstaat).[3]
Ilham
dari adanya tugas dan wewenang pemerintahan (administrasi) ini di alasi oleh
teori Catur Praja dari Van Vollenhoven yang memberikan sumbangan pemikiran
tentang adanya pembagian tugas pemerintahan yang meliputi tiga wewenang, yaitu;
wewenang legislatif, wewenang eksekutif, wewenang judikatif, dan polisionil.
Pembagian tugas wewenang ini adalah merupakan tugas pemerintah dalam arti luas, dengan tambahan dalam
pengambilan keputusan-keputusan dibidang perundangan, pemerintahan dan
peradilan. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit meliputi bidang eksekutif/administrasi
saja (Het Bestuur), dimana dalam
melakukan tugasnya dapat melakukan 2 macam tindakan, yaitu:
1. Tindaka-tidakan
yang tidak langsung menimbulkan akibat hukum;
2. Tindakan-tindakan
yang secara langsung menimbulkan akibat-akibat hukum.[4]
Tindakan
hukum yang kedua inilah yang kemudian melahirkan suatu bentuk Peraturan Presiden
yang bersifat mengatur (regeling). Dari
segi nomenklatur yang digunakan, maka Peraturan Presiden jelas hanya berisi materi muatan yang
bersifat mengatur (regeling) saja, banyak
sekali demikian juga dengan pengertiannya, salah satu dari jenis peraturan pemerintah
(PP) adalah perlindungan dan pemberdayaan petani.
Didalam
Undang-Undang Dasar 1945 terdapat ketentuan yang secara tegas mengatur atau
memerintah materi-materi tertentu perlu diatur dalam undang-undang. Berdasarkan
perubahan melalui amandemen kesatu sampai keempat paling tidak terdapat 34
materi muatan yang perlu diatur melalui undang-undang khususnya dalam materi
muatan yang 12 menyebutkan “undang-undang yang mengatur hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya (Pasal 18 Ayat 1).[5] Adapun kebebasan bertindak
(Freies Ermessen) yang dimiliki
sangat diperlukan agar roda pemerintahan tidak berjalan seacara lamban dan kaku
serta untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.[6]
Pada
pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 menyatakan: “Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya”. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah (PP) dibuat oleh presiden
untuk melaksanakan undang-undang. Tentunya tidak akan ada peraturan pemerintah
untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, atau didasarkan pada kewenangan
mandiri Presiden membentuk peraturan pemerintah.[7]
Dalam
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang lahir pasca
Amandemen Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dapat menjadi titik pijat penataan
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, karena telah membawa angin
perubahan baik pada ranah paradigma, pola dan fungsi utama penyelenggaraan
pemerintahan daerah.[8]
Melihat
bahwa pertanggungjawaban pemerintah/negara dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.
Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua
karakter resiko atau tanggung jawab, yang bergantung atau yang mungkin
meliputin semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti
kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk
melaksakan undang-undang.
Secara normatif pengaturan tanggung jawab menurut
Undang-undan Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
terdapat tanggung jawab hukum perlindungan petani terhadap fluktuasi harga
yaitu dalam pasal 3 huruf (d) yang berbunyi: “Melindungi petani dari fluktuasi
harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen” Dan juga merujuk pada
Deklarasi Konferensi Internasional Hak Asasi Petani yang menyebutkan “Hak atas
kebebasan menentukan harga, dan pasar produksi pertanian”.[9]
SALAM BELA RAKYAT PETANI
daftar pusataka
[1]
http://pemerintahandiindonesa.blogspot.co.id/2014/10/isi-pasal-33-uud-1945-tentang.html
[2]) Lihat
Fatkhurohman, “Izin Usaha Industri yang
Berwawasan Lingkungan untuk Menunjang Pembangunan Berkesinambungan: Studi Di
Pemerintahan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur” (Tesis Undip, Bandung,
1996), hlm. 7
[4]) Ibid, hlm. 9
[6]) Ibid, hlm. 78
[7]) Ibid.
[8]) Ibid, hlm. 79
No comments:
Post a Comment